beritax.id – Dalam momentum Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Prabowo Subianto, Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyatakan dukungan pada konsep Indonesia Incorporated. Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, menegaskan bahwa industri hasil tembakau (IHT) kretek telah berkontribusi besar terhadap negara.
Henry menyoroti kontribusi sektor ini yang meliputi cukai, pajak, dan lapangan kerja. Namun, GAPPRI juga mengeluhkan tumpukan regulasi yang mencapai 500 aturan, baik fiskal maupun non-fiskal, yang dianggap tidak sinkron dan mengadopsi kepentingan asing. Ia menilai kondisi ini membebani industri dan menyebabkan penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) menurun menjadi Rp216,9 triliun dari target Rp230,4 triliun di tahun 2024.
GAPPRI menolak kebijakan kemasan polos rokok dan meminta relaksasi pembayaran pita cukai. Mereka juga mendorong moratorium tarif cukai hasil tembakau dan harga jual eceran (HJE) hingga 2027 serta meminta kebijakan cukai yang lebih seimbang dan inklusif.
Partai X: Jangan Korbankan Kesehatan Publik Demi Stabilitas Industri
Menanggapi pernyataan GAPPRI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, menyatakan bahwa Partai X tidak menutup mata atas kontribusi industri rokok. Namun ia menekankan bahwa tanggung jawab negara adalah melindungi rakyat, bukan hanya menenangkan industri yang berteriak.
“Negara memang butuh pemasukan, tapi kesehatan masyarakat jauh lebih mendasar. Jangan sampai kebijakan fiskal jadi kompromi etis,” tegas Prayogi.
Partai X menyayangkan jika tekanan dari industri dijawab dengan pelonggaran aturan tanpa evaluasi dampak kesehatan. Data riset menunjukkan rokok menjadi penyumbang utama kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia.
Partai X mengingatkan bahwa cukai bukan semata alat fiskal, melainkan juga instrumen untuk mengendalikan konsumsi. Turunnya produksi rokok legal seharusnya dimaknai sebagai keberhasilan pengendalian konsumsi, bukan ancaman terhadap penerimaan negara.
“Kalau cukai diturunkan demi selamatkan industri, lalu siapa yang bertanggung jawab atas lonjakan angka perokok anak?” tanya Prayogi.
Ia menegaskan bahwa cukai tinggi bertujuan membatasi akses rokok, terutama bagi anak muda dan kelompok rentan. Kebijakan plain packaging yang ditentang GAPPRI justru terbukti efektif di banyak negara dalam menurunkan konsumsi.
Relaksasi Tak Boleh Jadi Alasan Mengorbankan Masa Depan
Partai X mengajak pemerintah agar berhati-hati dalam menanggapi permintaan relaksasi dari industri rokok. Penundaan kenaikan tarif, penghapusan kemasan polos, dan relaksasi cukai bisa membuka celah bagi meluasnya peredaran rokok ilegal.
Prayogi juga menyinggung perlunya penguatan pada sisi penindakan. Ia mendukung operasi gempur rokok ilegal, namun mengingatkan agar penegakan hukum jangan hanya menyasar pedagang kecil. “Jangan biarkan pabrik ilegal merajalela karena perlindungan hukum minim di tingkat atas,” ujarnya.
Partai X meminta pemerintah mengedepankan strategi ekonomi yang berkelanjutan. Ketergantungan pada sektor berisiko tinggi seperti rokok hanya menciptakan pertumbuhan semu. Sebaliknya, investasi di sektor-sektor sehat dan inovatif harus didorong lebih kuat.
Dalam prinsip partainya, Partai X memegang teguh keadilan ekonomi yang tidak boleh mengorbankan prinsip perlindungan sosial dan kesehatan publik. “Cukai bukan musuh industri. Cukai adalah pengingat bahwa keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kemanusiaan harus dijaga,” pungkas Prayogi.