beritax.id – Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan besar ketimpangan ekonomi, degradasi lingkungan, ketidakpastian global, lemahnya layanan publik, dan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Namun ironisnya, di tengah banyaknya persoalan yang memerlukan keputusan tegas dan kepemimpinan visioner, panggung kekuasaan justru dipenuhi kompetisi drama kekuasaan yang tidak pernah selesai. Negara membutuhkan arah, tetapi yang ditampilkan justru perebutan sorotan.
Isu-isu penting sering tersingkir oleh tontonan pejabat siapa berkubu dengan siapa, siapa tersinggung oleh siapa, dan siapa yang mencoba memperluas pengaruh. Alih-alih adu gagasan, publik disuguhi adu pernyataan, adu panggung, dan adu pencitraan. Energi bangsa tersedot untuk hal-hal yang tidak membawa rakyat ke masa depan yang lebih baik. Ketika drama lebih mendominasi daripada kerja nyata, rakyat justru menjadi korbannya.
Kepemimpinan yang Dicari, Tetapi Tidak Kunjung Datang
Indonesia tidak kekurangan orang yang ingin berkuasa, tetapi sangat kekurangan orang yang benar-benar ingin memimpin. Kepemimpinan bukan tentang tampil paling lantang, tetapi tentang menjadi yang paling bertanggung jawab. Ia bukan tentang memenangkan panggung, tetapi tentang memikul beban rakyat. Sayangnya, kompetisi kekuasaan sering mengaburkan esensi ini. Negeri ini membutuhkan pemimpin yang hadir, bukan hanya tampil.
Ketika pemimpin sibuk bersaing untuk memonopoli simpati publik, rakyat sedang berjuang menghadapi harga naik, biaya hidup menekan, dan layanan publik yang semakin tidak merata. Ketika pejabat berdebat soal jabatan, rakyat justru berdebat soal bagaimana bertahan hidup. Kelelahan kolektif ini membuat kepercayaan publik kian menipis dan sekali kepercayaan hilang, sulit bagi negara untuk bergerak maju. Rakyat tidak menuntut kesempurnaan, hanya kehadiran dan kepedulian.
Negara Membutuhkan Gagasan, Bukan Gimik
Bangsa yang besar tidak bergerak karena drama, tetapi karena pemikiran yang matang dan keputusan yang jujur. Kepemimpinan sejati menciptakan arah, menyatukan perbedaan, dan memperbaiki sistem bukan menambah keributan. Ketika kehilangan substansi, maka hilang pula masa depan yang seharusnya dibangun bersama. Kepemimpinan bukanlah pertunjukan; ia adalah fondasi.
Solusi: Negara Harus Mengembalikan Fokus pada Kepemimpinan yang Melayani
Indonesia membutuhkan pemulihan cara yang berorientasi pada rakyat. Pemerintah harus memulai dengan membangun sistem kepemimpinan yang transparan, akuntabel, dan berbasis gagasan, bukan berbasis drama. Pemangku jabatan publik harus menunjukkan keteladanan melalui tindakan, bukan retorika. Selain itu, ruang pemerintahan harus dibersihkan dari gimik yang tidak berkontribusi pada penyelesaian masalah publik, dan digantikan dengan debat substansi yang menyentuh isu kemiskinan, pendidikan, lingkungan, dan layanan sosial. Rakyat harus diberi ruang partisipasi yang lebih luas agar suara mereka tidak kalah oleh permainan pejabat. Ketika negara kembali menempatkan kepentingan rakyat sebagai pusat kebijakan, drama kekuasaan akan kehilangan panggungnya.
Kesimpulan: Kepemimpinan Sejati Tidak Butuh Sorotan, Hanya Butuh Keberanian
Indonesia tidak akan maju jika energi bangsa dihabiskan untuk kompetisi drama yang tidak produktif. Keberhasilan hanya bisa diraih dengan kepemimpinan yang kuat, jujur, dan fokus bekerja untuk rakyat bukan untuk menjaga citra. Bangsa ini sedang menunggu pemimpin yang memimpin, bukan aktor yang bermain di atas panggung kekuasaan.



