beritax.id – Harga beras di Kabupaten Sidoarjo kembali naik dalam sebulan terakhir. Di Pasar Larangan, harga beras premium kini mencapai Rp 14.600 per kilogram, padahal sebelumnya berkisar Rp 14.000 hingga Rp 14.300 tergantung merek.
Sementara harga beras medium naik menjadi Rp 13.400 dari sebelumnya Rp 13.100. Kenaikan antara Rp 300 hingga Rp 600 ini membuat pedagang dan konsumen mengeluh berat. Seorang agen beras di Pasar Larangan, Iva, mengungkapkan penjualannya turun drastis akibat lonjakan harga. Dari semula 20 ton per hari, kini hanya menjual 6 hingga 7 ton saja.
Ketua Himpunan Pedagang Pasar (HPP) Kabupaten Sidoarjo, Nur Hasan Zakaria, menilai ada anomali di balik kenaikan harga tersebut. Padahal, Indonesia sedang mengalami surplus beras nasional sebesar 4 juta ton.
Menurutnya, jika stok beras nasional melimpah, harga seharusnya turun, bukan justru naik. Ia menduga ada permainan mafia beras di balik situasi ini.
HPP juga menyoroti langkanya beras SPHP dari Bulog di pasar-pasar tradisional dalam 3–6 bulan terakhir. Padahal, beras SPHP lebih terjangkau dengan harga Rp 60.000 per 5 kilogram.
Partai X Kritik Ketidakhadiran dan Dugaan Permainan Mafia
Merespons situasi ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menilai negara telah gagal menjalankan tugasnya. Ia mengingatkan kembali bahwa tugas negara itu tiga yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
“Kalau pedagang saja sudah teriak, apa lagi yang harus dilaparkan rakyat? Beras naik bukan karena alam, tapi karena sistem,” tegas Prayogi.
Ia menilai kebijakan pangan hari ini tak berpihak pada rakyat, melainkan pada para penimbun dan spekulan yang memanfaatkan situasi surplus sebagai ladang untung.
Menurutnya, ketika distribusi SPHP dari Bulog langka, rakyat tidak hanya kehilangan akses murah, tapi juga kehilangan kepercayaan terhadap negara.
Solusi Partai X: Nasionalisasi Distribusi Pangan dan Audit Rantai Pasok
Partai X mendorong audit menyeluruh terhadap rantai pasok beras dari hulu ke hilir. Dugaan permainan mafia harus diungkap secara terbuka dan diselesaikan melalui jalur hukum.
Distribusi beras SPHP dari Bulog harus dikembalikan ke pasar tradisional sebagai prioritas utama. Negara harus hadir bukan hanya saat panen, tapi juga saat rakyat kelaparan di pasar.
“Jangan biarkan Bulog hanya jadi simbol pangan negara, tapi tidak berfungsi nyata di lapangan,” kata Prayogi.
Sebagai bagian dari solusi jangka panjang, Partai X mengusulkan sistem nasionalisasi distribusi pangan berbasis koperasi rakyat. Dengan sistem ini, petani, pedagang, dan konsumen tidak lagi dipermainkan para mafia.
Berdasarkan prinsip perjuangannya, Partai X meyakini pemerintah wajib menjamin ketersediaan, aksesibilitas, dan keterjangkauan pangan sebagai hak dasar warga negara.
Setiap praktik penguasaan pangan oleh kelompok penguasa harus dilawan secara sistemik dan disertai dengan reformasi kebijakan yang transparan serta berpihak pada rakyat.
Jika harga beras saja bisa dimonopoli dan dipermainkan, maka pemerintah bukan lagi penjaga perut rakyat, tapi sekadar penonton dari krisis yang mereka biarkan tumbuh.
“Pemerintah tak boleh diam ketika nasi menjadi barang mahal. Sebab ketika rakyat tak bisa makan, maka mereka tak bisa berpikir. Dan ketika rakyat tak bisa berpikir, maka demokrasi tinggal mitos,” pungkas Prayogi.