beritax.id — Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut laporan TGPF Tragedi Mei 1998 tidak punya data pendukung yang solid. Ia menilai angka-angka korban dalam laporan hanya bersifat naratif tanpa disertai bukti kuat yang terverifikasi. Pandangan ini sontak menuai respons keras dari berbagai pihak, termasuk 547 organisasi dan individu dari Koalisi Masyarakat Sipil.
Menurut Fadli, penyebutan “pemerkosaan massal” dalam kerusuhan 1998 tidak layak dikukuhkan sebagai fakta sejarah. Ia menganggap perlu kehati-hatian menyebutkan tragedi tersebut demi nama baik bangsa. Sementara itu, berbagai elemen masyarakat menilai pernyataan Fadli justru melecehkan upaya pengungkapan kebenaran yang telah diperjuangkan sejak era reformasi.
Partai X: Menghapus Luka Adalah Menghapus Kemanusiaan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai pernyataan Fadli bukan hanya bentuk pengingkaran, tapi juga pengkhianatan terhadap hak korban atas kebenaran. Dalam pandangan Partai X, negara memiliki tiga tugas pokok: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketiganya jelas diabaikan saat negara bungkam atas kekerasan terhadap perempuan dan minoritas ras dalam tragedi kelam tersebut.
Menurut Rinto, sejarah bukan soal nyaman atau tidak nyaman, tetapi soal kejujuran publik dan penyembuhan bangsa. “Jika pemerintah enggan mengakui luka rakyat, maka tidak ada legitimasi moral dalam bicara soal kebangsaan,” ujarnya.
Prinsip Partai X: Sejarah Harus Jujur, Hukum Harus Adil
Partai X menegaskan bahwa pemaknaan ulang sejarah tidak boleh menjadi ruang untuk menghapus tanggung jawab negara.
Sebaliknya, reformasi sistem dan hukum harus disertai dengan pembentukan lembaga kebenaran dan rekonsiliasi yang kredibel. Salah satu solusi Partai X adalah reformasi hukum melalui sistem kepakaran (expert system) agar pengungkapan pelanggaran HAM tidak dibiarkan mandek oleh tarik-menarik kekuasaan.
Lebih lanjut, Partai X mendesak pembentukan Dewan Kedaulatan Rakyat Ad Hoc sebagai bagian dari Amandemen Kelima UUD 1945 untuk menjamin supremasi rakyat dan pemulihan hak-hak korban secara konstitusional.
Penutup: Kebenaran Tidak Bisa Diabaikan
Sebagai jalan pembenahan jangka panjang, Partai X melalui Sekolah Negarawan memperkuat pendidikan kebangsaan dengan pendekatan yang menjunjung tinggi nilai keadilan, kebenaran sejarah, dan keberanian mengoreksi kekuasaan. Pendidikan politik akan dimasukkan dalam kurikulum dasar sebagai bentuk konkret dari proses regenerasi bangsa yang berkarakter dan berani berpihak pada rakyat.
Partai X menegaskan, luka sejarah tidak boleh dipungkiri hanya karena membuat penguasa hari ini merasa tak nyaman. Sejarah bukan soal persepsi pejabat, tetapi tentang suara korban yang selama ini dibungkam. Jika negara ingin berda