beritax.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan satu tersangka baru dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Kali ini, giliran mantan Sekretaris Jenderal Kemnaker, Heri Sudarmanto, yang dijerat sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan terbaru. “Benar, dalam pengembangan penyidikan perkara ini, KPK menetapkan satu orang tersangka baru, Sdr. HS,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Penetapan ini melengkapi daftar panjang pejabat dan pegawai Kemnaker yang telah lebih dulu dijerat dalam kasus yang sama. Sebelumnya, delapan orang sudah ditahan, termasuk pejabat setingkat direktur hingga staf di Direktorat Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Dugaan Pemerasan Rp53,7 Miliar Menguak Jaringan Korupsi Lama
KPK mengungkapkan bahwa para tersangka mengumpulkan uang sekitar Rp53,7 miliar selama periode 2019–2024 dari pengurusan izin tenaga kerja asing. Modusnya dilakukan melalui pemerasan terhadap pemohon RPTKA agar izin mereka segera diterbitkan.
Dalam proses penyidikan, penyidik telah melakukan penggeledahan di berbagai lokasi, termasuk kantor Kemnaker, rumah tersangka, dan kantor agen tenaga kerja asing di wilayah.
Jabodetabek dan Jawa Timur. Dari hasil penggeledahan itu, disita 14 kendaraan bermotor, termasuk satu unit motor milik staf khusus mantan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, yang kini menjabat sebagai Bupati Buol.
Partai X: Penegakan Hukum Harus Konsisten dan Tanpa Tebang Pilih
Menanggapi kasus ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh berhenti di level birokrasi bawah. Ia menilai, kasus korupsi di sektor ketenagakerjaan mencerminkan bobroknya sistem pengawasan dan lemahnya kepemimpinan struktural.
“Negara memiliki tiga tugas utama, yaitu melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika fungsi ini gagal dijalankan secara jujur, maka pengkhianatan terhadap rakyat sedang terjadi,” tegas Rinto.
Ia menambahkan, KPK harus berani menelusuri aliran dana dan tanggung jawab pejabat yang lebih tinggi, agar hukum tidak berhenti pada pelaku teknis semata. “Jangan biarkan penegakan hukum menjadi alat pencitraan, bukan keadilan. Rakyat butuh ketegasan, bukan kompromi,” ujarnya.
Prinsip Partai X: Negara Tidak Boleh Lemah di Hadapan Korupsi
Dalam pandangan Partai X, korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi penghancuran moral negara dan pengkhianatan terhadap kedaulatan rakyat. Negara tidak boleh menunjukkan wajah lembek terhadap koruptor, apalagi yang bersembunyi di balik jabatan publik.
Prinsip Partai X menegaskan bahwa penegakan hukum harus berdiri di atas kebenaran, bukan kekuasaan. Pemerintah wajib memastikan setiap kebijakan publik terbebas dari suap, jual beli jabatan, dan penyalahgunaan kewenangan.
Keadilan sejati, menurut Partai X, lahir ketika hukum tidak pandang bulu terhadap siapa pun, baik pejabat tinggi maupun bawahan. Sebab, korupsi dalam birokrasi hanya akan berulang jika sistem dibiarkan rapuh tanpa reformasi menyeluruh.
Solusi Partai X: Reformasi Total Sistem Birokrasi dan Pengawasan Publik
Sebagai solusi, Partai X menekankan perlunya reformasi sistemik di sektor ketenagakerjaan. Dmulai dari pembersihan birokrasi dan transparansi perizinan tenaga kerja asing.
Pertama, seluruh pengurusan RPTKA harus dilakukan melalui sistem digital terintegrasi dan terbuka. Agar publik dapat mengawasi setiap proses tanpa celah suap atau pungli.
Kedua, dibutuhkan komisi etik independen di setiap kementerian, yang bertugas menilai dan mengawasi integritas pejabat, terutama dalam sektor yang rawan gratifikasi seperti tenaga kerja dan investasi asing.
Ketiga, pemerintah harus membangun mekanisme pelaporan masyarakat yang dilindungi hukum, agar pengungkapan pelanggaran tidak berujung pada intimidasi.
Keempat, Partai X mendorong KPK memperkuat kolaborasi dengan Ombudsman dan BPKP untuk memastikan setiap rupiah dana publik dapat diaudit secara terbuka.
Partai X menegaskan, korupsi di sektor tenaga kerja adalah pengkhianatan terhadap pekerja Indonesia. Negara harus memastikan kedaulatan ekonomi dan keadilan sosial berjalan seiring dengan integritas hukum. Rinto menutup dengan peringatan keras, “Jika hukum hanya berani pada yang kecil, tapi tunduk pada yang besar, maka negara telah kehilangan kehormatannya.”
Karena itu, Partai X menegaskan: penegakan hukum tidak boleh setengah hati, dan rakyat harus menjadi pusat keadilan, bukan korban dari kelalaian kekuasaan.



