beritax.id — Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengungkapkan bahwa alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat untuk Jakarta dipotong hampir Rp 15 triliun. Mengakibatkan APBD DKI 2026 turun menjadi Rp 79 triliun, dari sebelumnya Rp 95 triliun. Pemotongan ini menjadi tantangan besar bagi Pemprov Jakarta dalam melaksanakan program-programnya. Terutama yang langsung menyentuh masyarakat seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Maju (KJMU).
Namun, meski menghadapi tantangan besar, Pramono menegaskan bahwa program-program tersebut tidak akan terganggu, dan Pemprov Jakarta akan mencari cara untuk melakukan efisiensi dan realokasi anggaran. Meski begitu, efisiensi yang dimaksud mencakup pengurangan biaya perjalanan dinas dan konsumsi rapat, serta mengoptimalkan dana BUMD.
Partai X: Tidak Cukup untuk Mengatasi Krisis
Menanggapi pemotongan dana yang signifikan ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, mengingatkan bahwa dana APBD yang terbatas tidak cukup untuk mengatasi berbagai krisis sosial dan ekonomi yang dihadapi Jakarta. Khususnya bagi masyarakat miskin dan kelompok rentan. “Pemprov DKI mungkin bisa mengurangi biaya operasional. Tetapi apakah itu cukup untuk mengatasi krisis sosial yang semakin mendalam di kota ini?” tegas Prayogi.
Menurut Partai X, pemotongan DBH yang besar ini mencerminkan ketimpangan antara kebutuhan rakyat dan pengelolaan fiskal negara yang tidak memadai. Di tengah kesulitan ekonomi, potongan dana yang signifikan justru membuat sektor-sektor yang paling membutuhkan anggaran, seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi publik, terancam terganggu.
Kritik: Pengurangan Dana, Program Prioritas Terancam
Partai X berpendapat bahwa meskipun Pramono berjanji untuk mempertahankan program prioritas seperti KJP dan KJMU. Fakta bahwa dana APBD dipangkas drastis menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menjaga keberlanjutan program sosial yang selama ini membantu rakyat miskin. “KJP dan KJMU mungkin tidak terganggu, tetapi ada banyak program sosial lainnya yang bisa terhambat. Rakyat harus terus mendapatkan perhatian, bukan hanya program yang menguntungkan kelompok tertentu,” ujar Prayogi.
Di sisi lain, Pemprov Jakarta juga dihadapkan pada tantangan besar dalam pengelolaan anggaran BUMD yang tidak transparan. Pemotongan dana dan ketergantungan pada BUMD untuk meningkatkan pendapatan daerah menunjukkan bahwa pemkot lebih mengutamakan efisiensi anggaran ketimbang pemerataan kesejahteraan. “Banyak program yang lebih dibutuhkan rakyat. Namun selalu terpinggirkan oleh proyek-proyek yang tidak langsung bersentuhan dengan kebutuhan dasar mereka,” tambah Prayogi.
Solusi Partai X: Kesejahteraan Rakyat yang Merata
Partai X menekankan perlunya perubahan paradigma dalam pengelolaan anggaran daerah. Pemerintah pusat seharusnya memperhatikan keterbatasan anggaran daerah dan menyediakan dana yang cukup untuk menciptakan kesejahteraan sosial secara merata. “Krisis sosial yang terjadi tidak akan teratasi hanya dengan penghematan anggaran dan program subsidi yang terbatas,” kata Prayogi.
Untuk itu, Partai X mengusulkan beberapa solusi, di antaranya:
- Reformasi Alokasi Anggaran Sosial
Pengalokasian anggaran yang lebih besar untuk program-program sosial yang langsung menguntungkan rakyat miskin, seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi. - Transparansi dalam Pengelolaan Dana BUMD
BUMD harus beroperasi dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang tinggi, serta tidak mengandalkan proyek-proyek besar yang menguntungkan segelintir pihak. - Diversifikasi Sumber Pendapatan Daerah
Pemprov DKI harus lebih kreatif dalam mencari sumber pendapatan selain mengandalkan DBH dari pemerintah pusat, termasuk mengoptimalkan potensi pajak dan sektor ekonomi lokal. - Kebijakan Fiskal yang Adil
Pemerintah harus menciptakan kebijakan fiskal yang tidak hanya mengutamakan efisiensi, tetapi juga berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Penutup: Efisiensi Harus Berdampak Nyata
Partai X mengingatkan, meskipun efisiensi dalam anggaran penting, namun harus ada keseimbangan antara efisiensi dengan pemenuhan kebutuhan rakyat. “Jika pemerintah terus mengutamakan efisiensi tanpa memperhatikan kebutuhan dasar rakyat, kita akan terus melihat ketidakadilan sosial. Tidak cukup hanya mengurangi anggaran untuk mencapai keseimbangan fiskal; yang dibutuhkan adalah keadilan dalam distribusi anggaran untuk rakyat,” tutup Prayogi.
Dengan demikian, pemerintah harus memikirkan secara serius bagaimana menjaga kesejahteraan rakyat tanpa mengabaikan kebutuhan mendasar yang mendukung keberlangsungan hidup mereka.