beritax.id – Bupati Pati, Sudewo, meminta Panitia Khusus (Pansus) pemakzulan DPRD Pati tidak melebar dalam pembahasan. Ia menegaskan agar Pansus fokus hanya pada persoalan Pajak Bumi Bangunan Perkotaan-Pedesaan (PBB-P2), yang sempat memicu demonstrasi besar di Pati pada 13 Agustus lalu.
Sudewo bahkan meminta agar proses pansus tidak dijadikan ajang untuk “menggugat pemerintah”. Menurutnya, tak ada kepemimpinan yang sempurna, dan perbaikan akan dilakukan jika ada kesalahan. Namun, pansus DPRD Pati menyebut ada 22 poin aspirasi rakyat yang mereka terima, lalu disaring menjadi 12 poin.
Ketua Pansus, Teguh Bandang Waluyo, menegaskan pembahasan tidak keluar dari jalur aspirasi masyarakat. Isu yang diselidiki bukan hanya soal PBB-P2, tetapi juga dugaan nepotisme di RSUD RAA Soewondo, mutasi jabatan, hingga pemecatan ratusan pegawai rumah sakit.
Partai X: Pemimpin Wajib Transparan ke Rakyat
Menanggapi polemik tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa tugas negara itu tiga yaity melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika ada persoalan kebijakan, maka transparansi menjadi kunci utama.
“Bupati jangan alergi dikritik. Rakyat berhak tahu, DPRD punya kewajiban menggali, pemerintah wajib menjawab,” ujar Rinto. Ia menilai, ketika pemimpin meminta agar proses pansus tidak melebar, justru menimbulkan kecurigaan publik. Transparansi seharusnya menjadi landasan utama kepemimpinan, bukan ketertutupan.
Prinsip Partai X
Partai X menegaskan, negara bukan milik pejabat tetapi milik rakyat. Pemerintah hanyalah mandat sementara untuk mengelola negara. Dalam analogi Partai X yaitu negara adalah bus, rakyat penumpang, presiden pemilik bus, dan pemerintah sopirnya. Jika sopir menyalahgunakan wewenang, pemilik berhak mengoreksi.
Pansus DPRD dalam konteks ini adalah mekanisme rakyat melalui wakilnya untuk memastikan sopir tetap berada di jalur benar. Menyebut pansus sebagai upaya “menggugat” justru melemahkan mekanisme pengawasan rakyat terhadap pemerintah daerah.
Solusi Partai X
Partai X menawarkan solusi agar kasus di Pati menjadi pembelajaran yang sehat. Pertama, penguatan lembaga pengawasan daerah agar tidak lagi muncul dugaan nepotisme dan penyalahgunaan jabatan. Kedua, digitalisasi regulasi dan kebijakan daerah sehingga publik bisa mengakses langsung data keuangan, pajak, dan kebijakan tanpa harus menunggu polemik.
Ketiga, musyawarah kebangsaan daerah yang melibatkan rakyat secara langsung untuk menilai kinerja pemimpin, bukan hanya lewat DPRD. Keempat, pendidikan politik rakyat agar masyarakat paham bahwa pajak, anggaran, dan kebijakan adalah hak mereka untuk diawasi, bukan rahasia pejabat.
Partai X menegaskan, pemimpin yang takut transparansi sejatinya sedang menutup ruang partisipasi rakyat. Demokrasi tidak bisa berjalan jika rakyat tidak diberi akses untuk menilai pemerintahnya. Polemik Pati harus menjadi momentum membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, terbuka, dan berpihak pada rakyat.