beritax.id – Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kepulauan Riau mengimbau masyarakat agar tidak mengurus sertifikat tanah melalui perantara tidak resmi. Imbauan itu disampaikan menyusul pengungkapan jaringan mafia tanah di Batam, Bintan, dan Tanjungpinang.
Kepala Kanwil BPN Kepri Nurus Sholichin menjelaskan bahwa modus penipuan dilakukan dengan mengaku sebagai petugas BPN, membuat sertifikat palsu, dan bahkan membangun website tiruan. Kerugian masyarakat mencapai Rp16,84 miliar dengan 247 korban.
Para pelaku menggunakan aplikasi desain untuk mencetak sertifikat palsu di atas kertas garuda, disertai barcode yang diarahkan ke situs palsu. Salah satu situs tiruan bernama “sentuhtanahku.id” dibuat menyerupai aplikasi resmi BPN “sentuhtanahku.go.id”.
Masyarakat diminta selalu mengecek keaslian sertifikat hanya melalui aplikasi resmi dan kantor BPN. Sertifikat resmi hanya ditandatangani oleh kepala BPN atau kepala seksi atas nama kepala BPN.
Partai X: Harusnya Lindungi, Bukan Sekadar Mengimbau
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menilai imbauan BPN belum cukup menjawab keresahan rakyat. “Rakyat butuh perlindungan, bukan hanya peringatan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa tugas pemerintah adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil dan tegas.
Menurut Partai X, negara adalah entitas yang bertugas menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan. Negara tidak boleh selalu terlambat bertindak hingga warga jadi korban mafia birokrasi.
Jika penindakan baru terjadi setelah kerugian miliaran, maka yang gagal bukan rakyat, tapi sistem pengawasan negara. Perlindungan terhadap hak tanah rakyat harus proaktif, bukan reaktif.
Solusi Partai X: Digitalisasi Harus Dibarengi Proteksi dan Pengawasan
Partai X menawarkan solusi konkret agar digitalisasi pertanahan tidak justru menjadi celah penipuan. Pertama, luncurkan aplikasi verifikasi sertifikat berbasis NIK yang bisa digunakan masyarakat secara langsung.
Kedua, buat satuan pengawasan digital tanah di tiap kabupaten untuk menyisir pemalsuan daring secara berkala. Ketiga, buka akses publik untuk memverifikasi data pertanahan melalui integrasi dengan instansi desa dan kelurahan.
Keempat, hukuman berat harus dijatuhkan bagi pelaku pemalsuan identitas instansi negara, agar masyarakat tidak dibebani risiko administratif akibat kejahatan sistemik.
Partai X menegaskan bahwa pemerintah harus lebih canggih dari penjahat tanah, bukan hanya bereaksi setelah kerugian terjadi. Jika warga bisa tertipu oleh barcode dan tampilan website, maka masalah ada pada lemahnya kontrol negara.
Perlindungan tanah adalah hak rakyat, bukan beban birokrasi. Jika pemerintah absen di titik krusial, maka kepercayaan publik pada institusi resmi akan terus terkikis. Pemerintah hadir bukan untuk mengimbau, tapi untuk menjamin.