beritax.id — Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menilai bahwa krisis bangsa hari ini bukan hanya soal ekonomi dan birokrasi, tetapi krisis kepemimpinan. “Bangsa yang kekurangan negarawan akan dikuasai oleh pejabat pendek akal,” tegasnya di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Menurut Prayogi, pejabat pendek akal hanya berpikir tentang kekuasaan, bukan tentang masa depan bangsa. “Mereka sibuk menghitung elektabilitas, bukan menghitung keberlanjutan kehidupan rakyat,” ujarnya.
Ia menambahkan, ketika orientasi pejabat bergeser dari pengabdian menjadi ambisi, maka negara kehilangan arah moral. “Negara yang dipenuhi pejabat tanpa memikirkan rakyat, tapi tanpa negarawan, ibarat kapal tanpa nakhoda,” ujarnya menegaskan.
Negara Harus Melindungi, Melayani, dan Mengatur Rakyat
Prayogi mengingatkan kembali tiga tugas utama negara: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. “Ketika negara gagal melindungi, rakyat akan mencari perlindungan di luar sistem. Ketika gagal melayani, rakyat kehilangan kepercayaan. Dan ketika salah mengatur, kekacauan menjadi keniscayaan,” katanya.
Ia menilai, tugas negara ini bukan slogan, tapi prinsip dasar kenegaraan yang seharusnya menjadi arah semua kebijakan.
Namun, dalam praktiknya, banyak lembaga negara justru berfungsi seperti menara gading, jauh dari denyut kehidupan rakyat.
“Negara yang sehat adalah negara yang hadir melayani, bukan memerintah dari atas menara kekuasaan,” ucapnya.
Prinsip Partai X juga menegaskan bahwa negara tidak boleh menjadi alat dominasi sekelompok penguasa. Kedaulatan sejati hanya bisa hidup jika rakyat ditempatkan sebagai sumber dan tujuan kebijakan. “Ketika rakyat hanya dijadikan objek kekuasaan, maka kedaulatan telah hilang maknanya,” ujar Prayogi.
Solusi Partai X: Membangun Generasi Negarawan Baru
Melalui bahan presentasi dan platform perjuangannya, Partai X menawarkan langkah konkret untuk mengembalikan kualitas kepemimpinan nasional:
- Membangun sistem kaderisasi kenegaraan berbasis nilai dan moralitas Pancasila, agar lahir generasi pemimpin berhati negarawan.
- Menghidupkan kembali pendidikan beretika, yang menanamkan kesadaran bahwa kekuasaan adalah amanah, bukan hak.
- Menegakkan sistem kepemimpinan meritokratis, di mana jabatan dipegang berdasarkan integritas, bukan koneksi.
- Mendorong budaya gotong royong, menggantikan kekuasaan transaksional yang memecah belah rakyat.
- Menata ulang hubungan antar lembaga negara, agar semua kembali berfungsi dalam keseimbangan, bukan saling menindih.
“Bangsa besar butuh negarawan, bukan pedagang kekuasaan. Solusi kita bukan mengganti wajah, tapi memperbaiki jiwanya,” kata Prayogi.
Dalam semangat kritis, Prayogi mengajak rakyat untuk berani menilai dan mengoreksi arah kebijakan yang melenceng dari tujuan negara. Secara obyektif, ia menegaskan bahwa tanpa moralitas, demokrasi hanya menjadi alat legitimasi bagi pejabat yang haus kekuasaan. Sementara secara solutif, Partai X menyerukan rekonstruksi sistem yang berbasis pada nilai, hikmat, dan keberpihakan kepada rakyat.
“Reformasi sejati bukan sekadar perubahan aturan, tapi perubahan cara berpikir tentang kekuasaan,” katanya.
Menurutnya, hanya bangsa yang berani menumbuhkan negarawanlah yang mampu menjaga kedaulatannya di masa depan.
Penutup: Negarawan, Bukan Sekadar Penguasa
Prayogi R. Saputra menutup pernyataannya dengan refleksi mendalam tentang arti kepemimpinan. “Negarawan tidak lahir dari kampanye, tapi dari ketulusan melayani. Mereka tidak mencari panggung, tapi bekerja dalam diam untuk bangsa,” ucapnya.
Ia menegaskan, bangsa yang kekurangan negarawan akan mudah dikuasai oleh pejabat pendek akal. “Dan pejabat seperti itu hanya akan membangun kekuasaan, bukan peradaban,” ujarnya menutup.



