beritax.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil pejabat tinggi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) terkait kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) yang merugikan negara hampir Rp893 miliar.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan bahwa pemeriksaan terhadap Vice President Legal PT ASDP, Anom Sedayu Panatagama (ASP), dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
“Pemeriksaan atas nama ASP selaku VP Legal ASDP,” kata Budi kepada wartawan.
KPK mengungkapkan bahwa akuisisi PT JN oleh ASDP senilai Rp1,272 triliun diduga sarat penyimpangan. Proses akuisisi tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara hampir satu triliun rupiah. Tiga dari empat tersangka telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum, sementara Adjie masih menjalani tahanan rumah dengan alasan kesehatan.
Partai X: Hukum Jangan Jadi Alat Kekuasaan
Menanggapi perkembangan ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Rinto Setiyawan, menilai bahwa kasus tersebut menegaskan masih adanya ketimpangan dalam penerapan hukum di Indonesia.
“Hukum kita masih tajam ke bawah tapi tumpul ke kekuasaan. Kalau rakyat salah sedikit langsung dipenjara, tapi kalau pejabat, ditahan di rumah dengan alasan kesehatan,” ujar Rinto.
Menurutnya, praktik penegakan hukum di Indonesia sering kali kehilangan keberpihakan terhadap rakyat. Kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat atau direksi BUMN selalu ditangani dengan lambat dan penuh kompromi.
“Padahal, mereka yang korupsi uang negara jelas menyengsarakan rakyat. Setiap rupiah yang dikorupsi berarti mengurangi hak rakyat untuk hidup layak,” tegasnya.
Rinto menambahkan, tugas negara itu tiga hal utama melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat bukan melindungi kekuasaan atau pelaku korupsi yang berkedok program publik.
Prinsip Partai X: Hukum untuk Keadilan, Bukan Kekuasaan
Berdasarkan dokumen Prinsip Partai X, hukum harus menjadi alat untuk menegakkan keadilan sosial, bukan instrumen untuk melanggengkan kekuasaan. Partai X menolak keras segala bentuk penyimpangan kekuasaan dalam lembaga hukum yang membuat rakyat kehilangan kepercayaan terhadap negara.
“Ketika keadilan hanya berpihak pada yang berkuasa, maka rakyat akan kehilangan harapan pada negara. Itulah sebabnya Partai X menekankan bahwa hukum harus berpihak pada kebenaran dan kemanusiaan,” bunyi pernyataan resmi dalam dokumen prinsip tersebut.
Partai X juga mengingatkan bahwa setiap pelanggaran hukum di sektor publik, terutama oleh pejabat BUMN, merupakan pengkhianatan terhadap amanat rakyat. Negara wajib memulihkan fungsi hukum agar tidak tunduk pada tekanan atau kekuasaan uang.
Solusi Partai X: Bersihkan Hukum, Pulihkan Kepercayaan
Sebagai langkah konkret, Partai X menawarkan tiga solusi strategis untuk menegakkan hukum yang adil dan transparan:
- Reformasi Lembaga Hukum dari Hulu ke Hilir.
KPK, kejaksaan, dan lembaga peradilan harus diaudit secara menyeluruh untuk memastikan integritas aparat dan independensi dari intervensi kekuasaan. - Transparansi Penanganan Kasus Korupsi.
Setiap proses hukum, terutama kasus besar di BUMN dan kementerian, wajib dipublikasikan secara terbuka, termasuk proses penyidikan dan aliran uang. - Sanksi Sosial bagi Pelaku Korupsi.
Selain hukuman pidana, Partai X mengusulkan adanya mekanisme publikasi dan pelarangan menduduki jabatan publik seumur hidup bagi koruptor.
Rakyat Harus Jadi Ukuran Keadilan
Rinto menegaskan, perjuangan melawan korupsi bukan hanya urusan lembaga hukum, tapi juga soal moral kenegaraan.
“Ketika hukum hanya berani kepada yang lemah dan tunduk kepada yang berkuasa, itu bukan lagi hukum, tapi alat tirani,” ucapnya.
Partai X menegaskan, rakyat harus menjadi ukuran tertinggi dalam setiap kebijakan hukum. Selama hukum belum berpihak pada penderitaan rakyat, kata Rinto, maka reformasi hukum di Indonesia belum selesai.
“Negara harus tegas. Bukan sekadar menangkap koruptor kecil, tapi membongkar sistem yang membuat korupsi menjadi budaya,” tutupnya.