beritax.id – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menekankan pentingnya penguatan kapasitas aparat penegak hukum (APH) dan masyarakat secara masif. Menurutnya, langkah tersebut penting untuk mewujudkan sistem pencegahan dan perlindungan menyeluruh terhadap ancaman kekerasan.
Ia menyoroti rendahnya penyelesaian perkara kasus kekerasan berbasis gender, perempuan, dan anak. Data Bareskrim Polri mencatat 36.148 kasus sepanjang 2025, namun tingkat penyelesaian perkara baru 12,8 persen. Kondisi ini menjadi alarm serius bagi perlindungan masyarakat.
Rerie, sapaan Lestari, menilai peningkatan kapasitas aparat harus dibarengi dengan kesadaran masyarakat. Ia juga menekankan pentingnya perubahan budaya, sensitivitas aparat, dan proses hukum yang sederhana untuk memastikan perlindungan korban.
Kritik Partai X
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai penguatan kapasitas APH hanyalah langkah awal. Rakyat menuntut perlindungan nyata, bukan sekadar wacana. Ia mengingatkan, tugas negara ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat.
Menurutnya, persoalan utama adalah ketidakpastian hukum dan lemahnya keberpihakan pada korban. Banyak kasus kekerasan justru terhenti di meja birokrasi. Negara terlihat lebih sibuk melindungi pejabat daripada memastikan keadilan bagi rakyat.
Rinto menegaskan, perlindungan masyarakat harus menjadi prioritas. Jika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, rakyat semakin kehilangan kepercayaan pada negara.
Partai X menegaskan bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan. Pemerintah hanyalah pelayan rakyat, bukan penguasa.
Bagi Partai X sejahtera berarti rakyat terpenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Perlindungan dari kekerasan adalah bagian mendasar dari hak rakyat yang wajib dipenuhi negara.
Solusi Partai X
Partai X menawarkan solusi untuk memperkuat perlindungan rakyat dari ancaman kekerasan:
- Reformasi hukum berbasis kepakaran. Setiap kasus kekerasan harus diselesaikan cepat, berpihak pada korban, dan bebas intervensi kekuasaan.
- Transformasi birokrasi digital. Laporan kasus kekerasan harus bisa diakses publik untuk mencegah manipulasi dan memastikan transparansi.
- Pendidikan dan moral berbasis Pancasila. Masyarakat perlu ditanamkan kesadaran sejak dini tentang pentingnya perlindungan hak asasi.
- Musyawarah kenegarawanan nasional. Intelektual, tokoh agama, budaya, dan aparat harus bersatu mencari solusi komprehensif terhadap tindak kekerasan.
- Pemisahan jelas antara negara dan pemerintah. Agar kegagalan rezim tidak menutup kewajiban negara melindungi rakyat.
Dengan solusi tersebut, Partai X menekankan perlindungan rakyat bukan sekadar aturan, tetapi aksi nyata yang bisa dirasakan langsung.
Penguatan kapasitas aparat penegak hukum memang penting. Namun, Partai X mengingatkan bahwa perlindungan menyeluruh harus dirasakan rakyat, bukan hanya menjadi jargon. Negara ada untuk rakyat, bukan untuk pejabat. Jika keadilan ingin ditegakkan, maka hukum harus berpihak pada korban, bukan pada kekuasaan.