beritax.id – Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mengkaji kebijakan impor BBM satu pintu lewat Pertamina usai polemik kelangkaan BBM. Kepala KSP, M Qodari, menyebut mekanisme baru akan dibangun agar persoalan bisa diidentifikasi sejak awal. Menurutnya, niat baik saja tidak cukup bila praktik di lapangan tetap bermasalah. Qodari menegaskan, KSP berupaya memberi rekomendasi lebih adil terkait mekanisme distribusi dan impor.
Kritik Partai X: Rakyat Terdampak, Pejabat Tak Tersentuh
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan tugas negara itu melindungi, melayani, dan mengatur rakyat. Ia menilai kelangkaan BBM di SPBU swasta menunjukkan kegagalan negara dalam melindungi hak dasar rakyat. Rakyat antri berjam-jam demi bahan bakar, sementara pejabat tetap aman dengan akses khusus. Fenomena ini menggambarkan kebijakan energi tidak berpihak pada kepentingan masyarakat luas.
Partai X menegaskan energi adalah hak rakyat, bukan komoditas untuk segelintir individu. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan energi secara merata dan terjangkau. Prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan keberpihakan rakyat harus jadi dasar pengelolaan energi nasional. Ketika distribusi BBM bermasalah, rakyat kecil menjadi korban pertama. Partai X menilai negara abai bila hanya sibuk mengkaji tanpa solusi nyata.
Solusi Partai X: Reformasi Energi Berbasis Kedaulatan
Sebagai solusi, Partai X mengusulkan pembentukan badan independen pengawas energi yang melibatkan rakyat, akademisi, dan serikat pekerja. Transparansi distribusi BBM harus dijamin melalui teknologi digital yang memungkinkan publik mengawasi langsung aliran bahan bakar. Pemerintah juga perlu memperkuat ketahanan energi dengan mengembangkan energi terbarukan berbasis desa. Dengan demikian, ketergantungan impor berkurang dan distribusi lebih merata. Partai X menekankan, energi harus jadi alat kedaulatan, bukan sumber masalah.
Partai X mengingatkan, kebijakan energi harus berpihak pada rakyat, bukan kepentingan korporasi atau pejabat. Negara tidak boleh membiarkan rakyat terus mengantri sementara penguasa tenang di ruang berpendingin. Dengan prinsip keadilan dan transparansi, energi bisa benar-benar menjadi hak rakyat. Tanpa perubahan mendasar, kelangkaan hanya akan jadi siklus berulang yang menyakiti masyarakat.