beritax.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan likuiditas perbankan nasional menguat setelah pemerintah menempatkan dana Rp200 triliun di lima bank Himbara. Penempatan dana ini menaikkan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) dan non-core deposit (AL/NCD). Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyebut kondisi tersebut menandakan perbankan nasional memiliki bantalan likuiditas kuat dan ruang besar untuk penyaluran kredit.
Partai X: Bank Kaya, Rakyat Tetap Sengsara
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan langkah ini menambah jurang ketidakadilan. Negara seolah lebih melindungi bank daripada rakyat. Menurutnya, tugas negara jelas: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Namun, kebijakan ini justru menunjukkan keberpihakan berlebihan kepada korporasi besar, bukan kepada rakyat yang masih terhimpit utang dan harga pangan mahal.
Partai X menekankan bahwa pemerintah hanyalah pelayan rakyat, bukan pelayan bank. Negara tidak boleh berubah menjadi alat rezim yang menyejahterakan korporasi, sementara rakyat tetap miskin. Kebijakan keuangan seharusnya berpijak pada Pancasila, yakni keadilan sosial. Bila bank semakin kaya, tetapi rakyat tak mampu beli kebutuhan pokok, maka mandat negara telah gagal dijalankan.
Solusi Partai X: Perbankan untuk Rakyat
Partai X menawarkan solusi konkret agar kebijakan keuangan berpihak pada rakyat. Pertama, dana publik harus diarahkan langsung pada kredit murah bagi UMKM dan koperasi. Kedua, digitalisasi layanan keuangan harus memastikan akses permodalan merata hingga desa, bukan hanya di kota. Ketiga, reformasi perbankan harus menempatkan rakyat sebagai pusat, bukan sekadar angka likuiditas. Keempat, perlu ada transparansi penggunaan dana agar tidak hanya memperkuat neraca bank, tetapi juga menggerakkan ekonomi rakyat.
Partai X menegaskan kebijakan penempatan dana negara harus dievaluasi. Bank boleh sehat, tapi rakyat juga harus sejahtera. Negara tidak boleh hanya mengurus neraca keuangan bank, melainkan memastikan perut rakyat terisi. Ekonomi yang adil hanya bisa terwujud bila kebijakan fiskal dan moneter berorientasi pada kesejahteraan rakyat, bukan kepentingan pejabat keuangan.