beritax.id – Menyikapi maraknya kerusuhan, demonstrasi, dan penjarahan di berbagai daerah, sejumlah tokoh lintas pilar bangsa menggelar Konferensi Pers Nasional, Jakarta (1/9/2025). Mereka menyuarakan urgensi pembentukan Dewan Negara sebagai otoritas moral dan penunjuk arah kebangsaan, bukan lembaga kekuasaan baru.
“Negara Ini Kehilangan Jiwa” – Adil Amrullah
Adil Amrullah, inisiator Padhangbulan, mengingatkan pesan sang kakak bahwa negara telah berjalan tanpa ruh.
Maka dalam situasi genting seperti ini, Cak Nun pernah dengan tegas mengingatkan:
“Apabila situasi pemerintahan kacau, maka diperlukan level di atasnya pemerintah, yang mewakili nasionalisme sejati yaitu Dewan Negara.”
Dewan Negara ini bukan oposisi, bukan pula lembaga tandingan, melainkan sebuah ruh kolektif yang mewakili kebijaksanaan, ketulusan, dan kejujuran sebagai wajah asli dari nasionalisme Indonesia.
Dewan Negara minimal terdiri dari empat pilar utama Penjaga Kedaulatan Negara:
- Kaum Intelektual, sebagai penjaga akal sehat bangsa
- Kaum Agama, sebagai penjaga nurani dan nilai ilahiah
- Kaum TNI/Polri, sebagai penjaga keamanan yang berbasis pada rakyat
- Kaum Budaya, sebagai penjaga akar jati diri bangsa
Kalau bukan sekarang kita menyuarakan panggilan hati ini, kapan lagi?
Kalau bukan kita yang menjaga Indonesia, lalu siapa?
“Pemimpin Tak Amanah Harus Mundur” – Ustad Rosidin
Perwakilan kaum agama, Ustad Rosidin, menegaskan pentingnya etika kepemimpinan. Ia menganalogikan seorang imam shalat yang batal wudhu harus mundur, begitu pula pemimpin negeri yang kehilangan rasa malu dan amanah. “Bangsa ini bukan hanya krisis ekonomi, tapi juga krisis iman kepemimpinan,” ujarnya.
Kerusuhan dan kekacauan ini bukan karena rakyat haus darah. Tapi karena pemimpin telah kehilangan tanggung jawab spiritualnya. Kami, dari kaum agama, menyerukan untuk membentuk Dewan Negara, bukan sebagai lawan kekuasaan, tapi sebagai pengingat ruh dan akhlak yang telah ditinggalkan oleh penguasa hari ini.
“Perubahan Struktur Ketatanegaraan Mutlak” – Prayogi R. Saputra
Direktur Sekolah Negarawan, Prayogi R. Saputra, menekankan bahwa revolusi tak selalu harus berdarah, tetapi perubahan sistem harus dilakukan. Ia memaparkan 9 Tahapan Tugas Dewan Negara, termasuk amandemen UUD 1945, pembentukan MPRS sementara, hingga reformasi hukum dan pendidikan politik. “Ini bukan mimpi, melainkan peta jalan operasional untuk mengembalikan kedaulatan rakyat,” katanya.
“Kami Muak Dibungkam Sistem” – Rinto Setiyawan
Mewakili suara rakyat pembayar pajak, Rinto Setiyawan Wakil Direktur Sekolah Negarawan sekaligus Ketua Umum IWPI, menyoroti kebijakan kenaikan gaji DPR di tengah krisis. “Kami tahu siapa yang membuat kebijakan, siapa yang diam, dan siapa yang menikmati. Kali ini Kami muak.
Kami muak. Kami muak dibungkam oleh sistem yang tidak mendengarkan kami, padahal kami yang membiayai negara ini. Maka hari ini kami katakan: cukup sudah.
Dewan Negara harus lahir, agar rakyat punya wakil moral di atas kekuasaan. Bukan untuk mengambil alih, tapi untuk mengembalikan kedaulatan kepada pemilik sejatinya: rakyat.”
“Istana Tanpa Semar, Hanya Petruk Berjubah Raja” – Cak Majid
Budayawan Cak Majid menyinggung hilangnya nilai adab dan gotong royong dalam kehidupan berbangsa. Dengan perumpamaan wayang, ia menyebut Dewan Negara sebagai rumah nilai luhur bangsa yang tak lagi dijaga oleh lembaga formal. “Budaya menuntut kami untuk bersuara,” katanya.
“Wayang mengajarkan bahwa jika raja sudah tidak adil, maka Semar akan turun tangan. Semar adalah simbol rakyat kecil, suci, dan jujur. Tapi hari ini, tidak ada Semar di istana. Yang ada hanya Petruk berjubah raja.
“Kami Bukan Penonton Sejarah, Kami Aktornya” – Aziza Mukti
Perwakilan Gen Z, Aziza Mukti menegaskan bahwa generasi muda menolak mewarisi negeri yang rusak. “Kami ingin pemimpin yang jujur, bukan viral. Kami ingin Dewan Negara, karena kami sadar. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kami tidak akan diam,” ujarnya lantang.
Kami bukan penonton sejarah. Dan kami akan menjadi aktornya. Dengan akal, hati, dan teknologi.”
Solusi yang Ditawarkan
Konferensi ini tidak berhenti pada kritik, tetapi juga memberikan peta solusi:
- Pembentukan Dewan Negara sebagai lembaga ad hoc beranggotakan empat pilar bangsa: intelektual, agama, TNI/Polri, dan budaya.
- Musyawarah Kenegarawanan Nasional untuk merumuskan desain ketatanegaraan baru yang berlandaskan Pancasila.
- Amandemen Kelima UUD 1945 guna mengembalikan kedaulatan sepenuhnya kepada rakyat.
- Reformasi, termasuk verifikasi ulang partai politik serta penegakan hukum berbasis kepakaran.
- Transformasi birokrasi digital untuk menutup celah korupsi dan meningkatkan akuntabilitas pelayanan publik.
- Pendidikan moral dan politik berbasis Pancasila agar generasi muda memahami jati diri dan tanggung jawab kebangsaan.
Para narasumber sepakat bahwa Dewan Negara merupakan jalan damai, visioner, dan konstitusional untuk menyelamatkan kedaulatan rakyat. “Kita tidak sedang mencari siapa yang berkuasa, tapi siapa yang peduli,” demikian pesan yang menjadi penutup konferensi pers ini.