beritax.id – Ketika potongan video menampilkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seolah mengatakan “guru adalah beban negara”, publik bereaksi keras. Media sosial penuh kecaman dan kekecewaan, meskipun video tersebut ternyata palsu, hasil rekayasa digital deepfake. Kementerian Keuangan membantah, bahkan Sri Mulyani mengunggah klarifikasi. Namun klarifikasi kalah cepat dibanding hoaks yang lebih dulu menyebar. Fenomena ini membuktikan bahwa kebohongan digital lebih cepat dipercaya daripada fakta yang datang belakangan.
Video palsu itu menyentuh keresahan lama masyarakat tentang rendahnya gaji guru dan ketidakadilan pendidikan. Narasi manipulatif menyatu dengan luka sosial, sehingga publik cepat bereaksi emosional. Di sinilah bahaya besar deepfake: ia bukan hanya menipu mata, tetapi juga menggoreng rasa ketidakadilan. Klarifikasi tak mampu menghapus dampak emosi yang terlanjur terbakar.
Perspektif Partai X
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengingatkan kembali tugas negara. Negara harus melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Negara tidak boleh membiarkan rakyat terus menjadi korban eksperimen algoritma. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan tidak boleh dipermainkan oleh manipulasi digital. Pemerintah harus sadar bahwa kebenaran kini kalah cepat dari kebohongan. Jika negara abai, rakyat selalu dirugikan.
Partai X menegaskan politik adalah perjuangan untuk menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan rakyat.
Negara harus hadir sebagai entitas yang menjamin kesejahteraan rakyat. Pejabat hanyalah pelayan rakyat, bukan penguasa yang bebas dari tanggung jawab.
Dalam pandangan Partai X, rakyat adalah pusat kedaulatan dan negara tidak boleh tunduk pada ilusi digital yang merusak realitas publik.
Solusi Partai X
Partai X menawarkan solusi penyembuhan bangsa agar rakyat tidak lagi dikorbankan dalam arus kebohongan digital. Pertama, negara harus melakukan transformasi birokrasi digital untuk memutus rantai manipulasi dan memperkuat keamanan informasi. Kedua, pendidikan politik dan literasi digital wajib diberikan sejak dini, agar generasi mendatang tidak buta konstitusi dan tidak mudah terprovokasi. Ketiga, negara perlu memperkuat lembaga pengawas informasi yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada rakyat. Keempat, pemaknaan ulang Pancasila harus diwujudkan bukan sebagai slogan, melainkan pedoman operasional nyata, termasuk dalam mengelola era teknologi.
Dengan langkah ini, rakyat dapat terlindungi dari rekayasa digital, sementara negara kembali menjalankan tugas utamanya yaitu melindungi, melayani, dan mengatur rakyat demi keadilan.