beritax.id – Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto memastikan bahwa kewajiban pungut pajak di marketplace bukan pajak baru. Ia menegaskan aturan itu hanya memindahkan beban pemungutan ke pihak marketplace agar prosesnya lebih otomatis dan praktis. Pernyataan tersebut merujuk pada terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang mengatur soal pungutan PPh Pasal 22 di platform digital.
Bimo menyatakan bahwa merchant yang memiliki omzet di atas Rp 500 juta memang sudah sejak awal wajib membayar pajak. Maka, pungutan ini hanyalah bentuk penyederhanaan proses melalui intervensi sistem platform digital. “Ini bukan pajak baru, tidak akan menaikkan harga,” ujar Bimo saat ditemui di Gedung DPR RI.
Marketplace Jadi Pemungut, Rakyat Jadi Korban Kebijakan Tak Ramah
Namun, pernyataan pemerintah itu langsung menuai reaksi tajam dari Partai X. Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan mempertanyakan narasi bahwa pajak digital tak membebani rakyat. Menurutnya, rakyat adalah pihak paling terdampak meskipun jenis pajaknya bukan baru.
“Kalau bukan pajak baru, lalu kenapa pedagang mikro dan pelanggan justru makin waswas? Karena yang naik bukan jenis pajak, tapi tekanan ekonomi mereka!” tegas Rinto. Ia mengkritik pendekatan pemerintah yang terlalu teknokratis dan tidak mempertimbangkan konteks sosial dari digitalisasi perpajakan.
Partai X: Negara Wajib Melindungi, Melayani, dan Mengatur, Bukan Membebani
Partai X mengingatkan bahwa tugas negara bukan sekadar memastikan administrasi berjalan rapi, tapi menjamin bahwa kebijakan pajak tidak mempersempit ruang hidup rakyat. Prinsip negara adalah melindungi, melayani, dan mengatur rakyat dengan keberpihakan pada yang lemah.
“Kalau yang disederhanakan hanya sistem, tapi bukan rasa keadilan, maka digitalisasi pajak adalah jebakan manis yang menindas,” ucap Rinto.
Partai X menegaskan bahwa prinsip pajak harus berlandaskan etika keadilan.
Pajak tidak boleh menjadi alat untuk melanggengkan ketimpangan digital atau memperdalam jarak antara pemain besar dan pelaku UMKM.
Pajak dalam ekonomi digital harus berpihak pada ekonomi rakyat, bukan pada efisiensi sistem platform global. Pemungutan yang otomatis harus diiringi transparansi alokasi dan jaminan perlindungan terhadap pelaku usaha kecil yang bergantung pada ekosistem daring.
Solusi Partai X: Reformasi Pajak Digital Harus Komprehensif dan Berkeadilan
Partai X menawarkan beberapa langkah solutif:
- Audit dampak sosial terhadap kebijakan pemungutan digital sebelum diterapkan secara menyelu
- Wajibkan marketplace menyediakan dashboard informasi perpajakan yang mudah dipahami pedagang kecil.
- Berikan insentif dan perlindungan hukum kepada UMKM digital dengan omzet kecil agar tidak terjerat kewajiban tanpa pemahaman.
- Tegaskan prinsip “pajak berkeadilan” dalam kebijakan digital, bukan sekadar menyamaratakan beban dengan dalih level playing field.
- Salurkan pendapatan dari pajak digital untuk pendidikan, subsidi ongkos transaksi, dan infrastruktur digital yang adil bagi semua daerah.
Partai X menutup dengan peringatan bahwa digitalisasi bukan alasan untuk mengabaikan substansi keadilan sosial. Jika negara terlalu asyik menyusun algoritma pemungutan, dan lupa pada beban rakyat, maka demokrasi fiskal yang kita bangun akan berubah menjadi mesin penghisap yang dingin dan tanpa empati.
Karena itu, Partai X menyerukan kebijakan pajak yang berpihak. Bukan sekadar efisien, tapi juga adil, bijak, dan berpihak kepada mereka yang paling membutuhkan perlindungan negara.