beritax.id – Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2025 tentang saksi pelaku. Regulasi tersebut membuka peluang pemberian pembebasan bersyarat, remisi tambahan, hingga hak-hak narapidana lain.
Saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang membantu mengungkap tindak pidana yang sama. Mereka bisa menerima penghargaan berupa keringanan pidana atau pembebasan bersyarat.
Pasal 29 mengatur pembebasan bersyarat hanya berlaku untuk terpidana yang telah melalui penanganan khusus. Pemeriksaan substantif dan administratif jadi prasyarat mutlak. Pengajuan dilakukan ke penyidik, jaksa, dan pimpinan LPSK.
Partai X: Hati-Hati, Jangan Jadi Celah Lindungi Jaringan Jahat
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai kebijakan ini bisa berisiko jadi alat manipulasi hukum. Ia mengingatkan bahwa tugas negara adalah melindungi rakyat, melayani keadilan, dan mengatur dengan nurani.
“Kalau kebijakan ini longgar, jangan heran kalau nanti penjahat berseragam juga lolos lewat status saksi pelaku,” tegas Rinto. Ia mendesak agar mekanisme verifikasi diperketat dan diawasi oleh lembaga independen.
Partai X menyoroti kemungkinan penyalahgunaan regulasi untuk melindungi pelaku kekerasan terorganisir atau korupsi berjemaah. Terutama jika pelaku berada dalam lingkar kekuasaan atau aparat.
Menurut prinsip Partai X, hukum harus mengedepankan keadilan substantif, bukan sekadar hitung-hitungan formal prosedural. Pengungkapan kasus tidak boleh mengorbankan rasa keadilan korban.
“Hukum itu bukan alat barter. Korban harus jadi pusat keadilan, bukan pelengkap prosedur sidang,” kata Rinto. Prinsip perlindungan rakyat harus menjadi kompas moral dalam merancang kebijakan seperti ini.
Solusi Partai X: Lakukan Audit Keadilan dan Libatkan Komisi Independen
Partai X mengusulkan dibentuknya Komisi Audit Keadilan yang memverifikasi semua pengajuan saksi pelaku secara transparan. Komisi ini harus terdiri dari unsur masyarakat sipil dan akademisi.
Selain itu, semua pemberian penghargaan harus disertai publikasi terbuka alasan dan dampaknya. “Tak boleh ada keputusan rahasia yang menyelamatkan pelaku dengan dalih kerja sama,” tegas Rinto.
Partai X menegaskan, pemimpin hukum dan pejabat negara wajib menempuh pendidikan etika di Sekolah Negarawan. Tujuannya, agar semua kebijakan tidak melupakan rasa keadilan rakyat kecil.
Dalam dokumen Sekolah Negarawan, ditekankan bahwa keadilan bukan soal efisiensi hukum, tapi keberpihakan pada nilai kemanusiaan. “Hukum tanpa empati hanya akan jadi alat kekuasaan,” tutup Rinto.