beritax.id — Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah meluncurkan program bantuan pendidikan bagi guru yang belum menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana (S1) atau diploma 4 (D4). Diluncurkan tepat pada peringatan Hari Pendidikan Nasional, program ini menargetkan 12.000 guru di seluruh Indonesia, masing-masing akan menerima dana sebesar Rp3 juta per semester.
Menteri Abdul Mu’ti menyatakan bantuan ini bertujuan meningkatkan kualitas guru, baik yang masih berkualifikasi D2-D3 maupun yang belum pernah mengecap bangku kuliah. Pemerintah juga menawarkan skema fleksibel: kerja sama perguruan tinggi atau kuliah daring, agar para guru tetap bisa mengajar sambil kuliah.
Skema bantuan ini dibagi tiga kategori: guru dengan D2-D3 yang melanjutkan lewat RPL (Rekognisi Pembelajaran Lampau), guru yang sudah S1 tapi tidak linier, serta guru yang belum pernah kuliah sama sekali. Meski terlihat adaptif, skema ini luput menyentuh akar ketimpangan sistemik pendidikan guru.
Partai X: Masalah Utama Bukan Dana, Tapi Sistem
Direktur X-Institute sekaligus Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, mempertanyakan efektivitas program yang tampak insidental ini. “Bantuan ini ibarat obat penurun panas, tapi tidak menyembuhkan demam sistemik yang lebih kronis,” kritiknya tajam.
Partai X menyoroti bahwa ketimpangan kualitas guru bukan semata persoalan dana. Sistem rekrutmen, pembinaan, dan penghargaan terhadap profesi guru masih carut-marut. “Pendidikan yang semestinya fondasi masa depan bangsa justru dibebani masalah struktural yang tak kunjung dibenahi. Bantuan finansial penting, tapi harus dibarengi reformasi menyeluruh dalam manajemen pendidikan nasional,” ujar Prayogi.
Berdasarkan prinsip Partai X, pemerintah adalah pelayan rakyat, bukan pemilik kebijakan. Negara bukan panggung untuk proyek populis jangka pendek, melainkan alat untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan nyata.
Oleh karena itu, pendidikan harus dikelola secara transparan, efektif, dan efisien. Guru bukan hanya penerima bantuan, melainkan aktor utama dalam membentuk peradaban bangsa. Maka dari itu, sistem pendidikan perlu didesain dengan prinsip meritokrasi dan keberpihakan pada keadilan sosial sebagaimana semangat sila kelima Pancasila.
Solusi Partai X: Evaluasi Nasional Sistem Pengembangan Profesi Guru
Partai X menekankan bahwa reformasi pendidikan bukan hanya tentang angka bantuan, tapi membangun sistem yang adil dan transparan. “Jangan hanya bicara Rp3 juta per guru, tapi diam soal guru honorer bertahun-tahun tak diangkat. Jangan bicara kuliah daring, jika infrastruktur digital di pelosok masih memprihatinkan,” ucap Prayogi.
Jika pemerintah serius ingin menjadikan pendidikan sebagai pilar masa depan, maka reformasi menyeluruh harus dimulai dari hulu ke hilir dari perekrutan hingga perlindungan karier guru. Pendidikan harus dijalankan dengan niat luhur, bukan semata demi seremoni pejabat.
Partai X menyerukan agar pemerintah segera melakukan evaluasi nasional terhadap sistem pengembangan profesi guru. Evaluasi itu harus melibatkan perguruan tinggi, komunitas pendidikan, hingga lembaga audit kebijakan agar program bantuan tidak menjadi karpet merah pencitraan belaka.
“Bantuan tiba, tapi sistem tetap timpang. Jika tak disertai pembenahan mendasar, maka kita hanya menambal atap rumah yang runtuh dari fondasi,” tutup Prayogi R Saputra.