beritax.id – Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan tak bisa dilakukan hanya dengan tumpukan program semata. Dalam forum diskusi MPR bertema “Penguatan Pemimpin Perempuan: Feminisme Pancasila”, Lestari menyoroti lemahnya identifikasi akar persoalan perempuan.
Acara tersebut berlangsung di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, dan menyoroti tantangan struktural dan kultural yang masih membelenggu perempuan. Ia menegaskan bahwa program sering gagal karena tidak menyentuh akar masalah yang dihadapi perempuan di lapangan.
Menurutnya, beban ganda, kekerasan, diskriminasi budaya, hingga trafficking masih menghantui kehidupan perempuan, khususnya di daerah terpencil. Lestari juga mengungkapkan bahwa 60 persen rumah tangga miskin di Indonesia justru dipimpin oleh perempuan.
Partai X: Persoalannya Bukan Tidak Tahu, Tapi Tidak Mau Bertindak
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Diana Isnaini, menanggapi pernyataan MPR dengan sindiran keras terhadap sikap negara yang inkonsisten. “Masalah perempuan sudah jelas. Yang lemah itu bukan diagnosa, tapi aksi konkret dari negara,” ujarnya.
Menurut Diana, pemerintah seharusnya sudah tahu peta persoalan perempuan, karena data dan riset tersedia sejak lama. Namun nyatanya, kebijakan masih tidak berpihak pada rakyat, program bersifat kosmetik, dan hasilnya tidak terasa di akar rumput.
Ia menegaskan, tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat, termasuk rakyat perempuan. “Kalau negara absen saat perempuan dipinggirkan, maka negara itu sedang menciptakan ketidakadilan baru,” tambahnya.
Partai X memandang persoalan perempuan sebagai isu keadilan sosial yang wajib menjadi prioritas kebijakan nasional.
Dalam prinsip Partai X, pemberdayaan tak bisa dilepaskan dari perubahan sistem yang berpihak dan transparan.
Perempuan bukan sekadar penerima bantuan, tapi subjek pembangunan yang harus diberi ruang pengambilan keputusan. Diana menegaskan, keberpihakan terhadap perempuan harus muncul dalam anggaran, kebijakan, pendidikan, dan reformasi struktural.
“Bukan hanya seminar, tapi distribusi kekuasaan dan akses ekonomi harus dibuka untuk perempuan,” katanya.
Solusi Partai X: Mulai dari Desa, Libatkan Perempuan Sebagai Pemimpin
Partai X mendorong langkah konkret dan terukur untuk menghapus ketimpangan gender di semua sektor. Pertama, wajibkan kuota kepemimpinan perempuan minimal 40 persen di setiap badan pemerintahan desa dan kabupaten.
Kedua, bentuk Dana Khusus Gender di APBN/APBD untuk program kesehatan, perlindungan hukum, dan kewirausahaan perempuan.
Ketiga, semua rancangan kebijakan harus lulus audit keadilan gender sebelum disahkan menjadi regulasi.
Keempat, revitalisasi kurikulum sekolah dan pelatihan kerja agar ramah bagi perempuan pekerja dan ibu rumah tangga.
Kelima, negara wajib hadir saat perempuan korban kekerasan dan diskriminasi menuntut keadilan di lapangan.
Partai X mengingatkan bahwa feminisme Pancasila bukan jargon, tetapi panggilan moral untuk menjamin keadilan bagi semua warga negara. Jika negara hanya bicara tanpa bertindak, maka ketidaksetaraan akan terus diwariskan ke generasi berikutnya.
“Kami tidak butuh pidato lembut, kami butuh keberanian struktural,” tegas Diana Isnaini menutup pernyataan. Perempuan Indonesia sudah cukup kuat. Yang perlu diuji sekarang adalah keberanian negara berdiri bersama mereka.