beritax.id – Mahkamah Konstitusi kembali menerima permohonan uji formil atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang perubahan atas UU TNI. Permohonan terbaru diajukan oleh lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.
Mereka menilai pembentukan UU tersebut cacat prosedural. “UU Nomor 3 Tahun 2025 tidak sesuai dengan ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945,” ujar Moch. Rasyid Gumilar, perwakilan pemohon.
Hingga Selasa (29/4), Mahkamah Konstitusi telah mencatat delapan permohonan pengujian atas UU TNI. Tujuh gugatan diajukan dalam bentuk uji formil, sementara satu sisanya merupakan uji materiil.
Tiga permohonan terbaru belum mendapatkan nomor perkara karena belum selesai registrasi. Meski demikian, gelombang gugatan terus menunjukkan keresahan yang muncul dari kalangan kampus dan masyarakat sipil.
Partai X: Seragam Makin Tebal, Rakyat Makin Takut Bicara UU TNI Harus Dikaji Ulang
Menanggapi maraknya gugatan ini, Direktur X-Institute sekaligus Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa rakyat bukan anti militer. Namun, rakyat khawatir terhadap kekuasaan yang makin sulit dikritik.
“Ketika seragam makin tebal, rakyat makin takut bicara. UU TNI ini harus dikaji ulang,” kata Prayogi. Ia menegaskan bahwa rakyat berhak tahu batas-batas kekuasaan, termasuk militer, dalam sistem demokrasi.
Prayogi mengingatkan bahwa pemerintah adalah pelayan rakyat. “Tugas pemerintah itu tiga: melindungi, melayani, dan mengatur rakyat, bukan membentengi diri dari kritik,” tegasnya.
Menurut prinsip Partai X, pemerintahan bukanlah entitas superior. Pemerintah adalah sebagian kecil rakyat yang diberi mandat untuk bekerja secara efektif, efisien, dan transparan.
Negara Adalah Bus, Bukan Menara Gading Kekuasaan
Prayogi mengibaratkan negara sebagai bus. Pemerintah adalah sopir, rakyat adalah penumpang, dan arah ditentukan oleh rakyat sebagai pemilik bus.
“Kalau sopirnya mulai memasang kaca film gelap dan enggan mendengar suara penumpang, ini bahaya,” ujarnya.
Ia memperingatkan bahwa jika militer atau aparat mulai memiliki peran terlalu besar dalam ruang sipil, maka demokrasi bisa mengalami kemunduran sistemik.
Partai X mendorong agar Mahkamah Konstitusi menjalankan fungsi konstitusionalnya secara independen dan terbuka. Rakyat berhak menguji undang-undang tanpa tekanan atau penghakiman publik.
“Kritik terhadap UU TNI bukan penghinaan terhadap militer. Ini pembelaan terhadap demokrasi,” ujar Prayogi. Ia juga mendorong keterlibatan publik dan perguruan tinggi dalam proses legislasi agar hukum tidak menjadi alat pembungkam.