beritax.id – Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan mendesak DPR RI segera membahas Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) demi memperkuat keterwakilan perempuan dalam pemerintahan. Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia, Mikewati Vera Tangka, menilai masih ada kelemahan tata kelola pemilu dalam menghadirkan rasa aman bagi perempuan yang ikut berkontestasi.
Mikewati menyebut bahwa partisipasi perempuan dalam pemilu tidak cukup sekadar dijamin secara normatif. Harus ada kesadaran bersama dari partai politik, penyelenggara pemilu, dan masyarakat untuk menciptakan iklim yang adil dan aman bagi perempuan. “RUU Pemilu harus menyatukan regulasi pemilu legislatif, presiden, dan kepala daerah dalam satu kerangka yang solid,” ujarnya.
Partai X: Bukan Sekadar Kuota, Tapi Kualitas dan Perlindungan Nyata
Menanggapi desakan tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menyatakan bahwa pembahasan RUU Pemilu harus berorientasi pada substansi, bukan sekadar angka kuota. “Keterwakilan perempuan itu penting, tapi jangan hanya jadi simbol tanpa jaminan kualitas dan keberdayaan,” tegasnya.
Menurut Rinto, penguatan regulasi pemilu tidak boleh hanya mengulang pola afirmasi angka, melainkan harus menciptakan mekanisme pemberdayaan yang konkret. “Yang kita butuhkan adalah ruang yang adil, aman, dan memberi tempat tumbuh bagi perempuan sebagai pemimpin rakyat,” lanjutnya.
Partai X menegaskan bahwa semangat keterwakilan perempuan harus diterjemahkan dalam reformasi struktural partai dan sistem pemilu. “Sanksi administratif terhadap partai yang tidak memenuhi syarat kuota calon perempuan adalah langkah awal, tapi belum cukup,” ujar Rinto.
Ia juga menyoroti pentingnya reformasi internal partai untuk menjamin bahwa perempuan yang dicalonkan bukan hanya pelengkap daftar, melainkan kader yang dipersiapkan dan diberdayakan secara serius. “
Jaminan Aman Harus Jadi Prioritas RUU Pemilu
Rinto menyampaikan bahwa partisipasi perempuan dalam pemilu harus didukung oleh sistem perlindungan yang konkret dari kekerasan pemerintah berbasis gender. “RUU Pemilu harus mencantumkan mekanisme pengaduan, sanksi terhadap pelaku kekerasan, serta perlindungan hukum bagi caleg perempuan,” ucapnya.
Menurutnya, kehadiran perempuan dalam pemerintah bukan hanya soal jumlah. Tapi tentang memastikan seluruh warga negara memiliki hak dan ruang yang sama dalam menentukan arah negara.
“Kita tidak boleh puas dengan angka 30 persen. Demokrasi sejati adalah ketika setiap orang punya kesempatan yang setara untuk mewakili dan diwakili,” tutup Rinto.