beritax.id – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2025 tentang pemanfaatan teknologi Embedded Subscriber Identity Module atau eSIM. Menteri Meutya Hafid mengatakan eSIM adalah jawaban atas persoalan keamanan data dan penyalahgunaan NIK dalam pendaftaran nomor seluler. Dalam sosialisasi yang digelar Meutya menegaskan bahwa meski belum semua ponsel mendukung eSIM, migrasi akan didorong bagi yang sudah kompatibel.
Ia mengklaim bahwa teknologi biometrik dalam sistem eSIM akan mampu mereduksi penyalahgunaan data yang kerap menjerat warga tanpa kesalahan. Meutya mengungkapkan bahwa pemerintah menerima laporan mengenai satu NIK yang digunakan untuk mendaftarkan lebih dari 100 nomor seluler. Hal ini menurutnya sangat rawan digunakan dalam aksi penipuan atau kejahatan digital. Karena itu, selain eSIM, Kementerian juga akan merevisi Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2021. Hal ini demi memastikan pembatasan satu NIK untuk maksimal tiga nomor per operator.
Partai X: Di Balik eSIM, Ada Risiko yang Tak Boleh Diabaikan
Menanggapi kebijakan ini, Partai X menyambut dengan penuh kehati-hatian. Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menekankan bahwa modernisasi teknologi tidak boleh mengabaikan transparansi, akuntabilitas, dan kontrol publik. “Kita tidak anti eSIM, tapi rakyat punya hak bertanya: siapa yang pegang datanya, siapa yang awasi?” tegasnya.
Prayogi menyebut bahwa masalah utama bukan hanya teknologinya, tapi juga bagaimana pengelolaan datanya dilakukan. Apakah data biometrik masyarakat aman? Siapa yang menjamin tidak terjadi kebocoran atau penyalahgunaan? Jika teknologi ini memperkuat kontrol negara atas data rakyat, maka tanpa pengawasan independen, hal ini bisa berubah menjadi alat pengawasan massal yang membahayakan kebebasan sipil.
Partai X menilai bahwa penggunaan eSIM harus diiringi dengan edukasi, perlindungan data, dan keterlibatan publik dalam pengawasan implementasinya. Jangan sampai masyarakat hanya dijadikan obyek uji coba kebijakan digital, tanpa perlindungan hukum yang memadai. “Kalau koneksinya cepat tapi datanya rawan bocor, itu bukan kemajuan, tapi bahaya tersembunyi,” ujar Prayogi.
Ia juga menyoroti minimnya jaminan tentang siapa yang memiliki otoritas menyimpan, memproses, dan menghapus data pribadi yang dikumpulkan melalui sistem eSIM. Ia meminta agar revisi aturan yang tengah disusun pemerintah melibatkan LSM digital, akademisi, dan lembaga independen sebagai pengawas.
Partai X: Negara Jangan Cuma Pintar Simpan Data, Tapi Harus Tanggung Jawab atas Keamanannya
Partai X menekankan kembali tiga tugas dasar negara sebagaimana ditegaskan dalam prinsip partai: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat—bukan mengintai atau mengorbankan hak privat warga atas nama efisiensi. Di era digital, hak digital rakyat juga bagian dari hak konstitusional yang harus dijaga.
Rilis ini juga menjadi pengingat bahwa pembangunan infrastruktur digital harus dibarengi dengan sistem hukum dan kontrol sosial yang seimbang. Pemerintah jangan hanya terpaku pada angka adopsi, tapi harus berani transparan tentang risiko dan solusi.
Partai X akan terus mengawal kebijakan ini agar tak menjadi proyek teknologi yang timpang dari sisi HAM digital. eSIM bukan sekadar soal koneksi, tapi soal kepercayaan. Dan kepercayaan hanya bisa dibangun di atas jaminan perlindungan, bukan asumsi pengawasan sepihak.