beritax.id — Pemerintah memastikan bahwa hukuman mati masih tetap berlaku dalam KUHP Nasional, namun ditekankan sebagai pidana khusus yang diterapkan dengan kehati-hatian tinggi. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra melalui pernyataan tertulis pada Rabu (9/4/2025).
Menurut Yusril, pidana mati bukan lagi hukuman yang bisa langsung dieksekusi setelah putusan pengadilan. KUHP Nasional yang baru mengatur bahwa hukuman mati harus melalui permohonan grasi yang ditolak oleh Presiden sebelum bisa dilaksanakan.
Hakim kini juga memiliki opsi menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun. Jika terpidana menunjukkan penyesalan dan perubahan perilaku, maka hukuman bisa dikonversi menjadi penjara seumur hidup.
Partai X: Jangan Bungkus Keraguan dengan Label Kemanusiaan
Menanggapi kebijakan ini, Partai X menyatakan bahwa kehati-hatian dalam menjatuhkan pidana mati memang penting. Namun, Partai X juga menyoroti kekaburan logika di balik fleksibilitas pidana paling berat tersebut.
“Kalau pemerintah tidak siap mengeksekusi, ya jangan berikan hukuman mati. Tapi kalau hukuman itu dijatuhkan, negara harus siap mempertanggungjawabkan,” tegas Rinto Setiyawan, Anggota Majelis Tinggi Partai X dalam pernyataan resmi.
Menurutnya, keputusan hukum tidak boleh berubah menjadi ruang abu-abu yang bisa dinegosiasikan berdasarkan pemerintah, tekanan publik, atau opini sesaat. “Keadilan itu tegas, bukan teka-teki,” ujar Rinto.
Hukuman Mati Harus Tegas dan Transparan
Partai X menegaskan bahwa hukum harus berjalan secara efektif, efisien, dan transparan sebagaimana tercantum dalam prinsip dasar partai.
Pemerintah adalah perpanjangan tangan rakyat yang diberi kewenangan, bukan institusi yang bisa memainkan interpretasi demi kenyamanan birokrasi.
“Jangan sampai hukum dijalankan hanya untuk menunjukkan wajah lembut negara, tapi lupa pada hak korban dan kepastian hukum,” tambah Rinto.
Partai X menilai bahwa KUHP Nasional yang baru ini terkesan ingin memuaskan semua pihak, tapi justru berpotensi menciptakan kebingungan dalam sistem peradilan.
Partai X juga mengingatkan bahwa penghormatan terhadap hak hidup tidak boleh melupakan hak korban. Rinto menegaskan, “Hak hidup adalah anugerah, benar. Tapi korban juga punya hak yang tidak kalah penting. Negara harus berdiri di tengah, bukan hanya di sisi pelaku.”
Dalam penutupnya, Partai X menolak segala bentuk pemakaian jargon sakral demi menutupi kegamangan kebijakan. “Kalau negara masih ragu menegakkan hukum paling berat, jangan setengah hati. Tegakkan dengan tegas atau jangan dijatuhkan sama sekali,” pungkas Rinto Setiyawan.
Sebagai partai yang berkomitmen terhadap keadilan dan kesejahteraan rakyat, Partai X mengingatkan bahwa hukum bukan panggung drama. Ia adalah pijakan teguh sebuah bangsa yang beradab.