beritax.id- Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid. Hal ini secara tegas menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Karena yang dianggap berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI seperti pada era Orde Baru otoritarianisme. Aksi ini digelar di halaman depan Gedung Balairung UGM, dengan membawa sejumlah poster bertuliskan ‘Tolak RUU TNI’, ‘Tolak Dwifungsi TNI’, dan ‘Kembalikan TNI ke Barak’.
Dalam aksi ini, sejumlah tokoh akademik seperti Dosen Hukum Tata Negara FH UGM, Herlambang Wiratraman Dosen Sekolah Vokasi UGM. Yudistira Hendra Permana; Peneliti Pukat UGM, Hasrul Halili; Rektor UII, Fathul Wahid; hingga Guru Besar Ilmu Komunikasi UII, Masduki. Turut menyampaikan orasi. Mereka menyoroti proses pembahasan RUU yang dinilai tertutup dan tidak melibatkan partisipasi publik secara bermakna, yang justru bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi terkait keterbukaan dalam pembentukan undang-undang.
Ancaman Otoritarianisme dan Pelemahan Demokrasi
Para akademisi menilai dalam RUU TNI berpotensi meluaskan peran anggota TNI aktif ke ranah sipil, termasuk sektor peradilan. Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip negara hukum yang demokratis serta dapat memperbesar potensi impunitas atau kekebalan hukum bagi anggota TNI.
“Proses ini secara terang-terangan mengingkari putusan Mahkamah Konstitusi. Mengenai soal pentingnya partisipasi publik yang bermakna dalam pembentukan hukum,” ujar Achmad Munjid, dosen FIB UGM.
Dalam tuntutannya, civitas akademika UGM dan UII menegaskan bahwa RUU TNI harus segera dibatalkan karena dianggap merusak semangat reformasi dan mengancam demokrasi di Indonesia.
Partai X: Reformasi Harus Dijaga, Bukan Dihancurkan
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa pemerintah harus memastikan agenda reformasi tidak berputar balik ke era otoritarianisme. Menurutnya, UU TNI ini berisiko melanggar konstitusi dan menciptakan celah penyalahgunaan kekuasaan.
“Pemerintah itu punya tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika kebijakan justru menciptakan potensi intimidasi dan impunitas, maka pemerintah sudah melenceng dari tugas utamanya,” tegas Prayogi.
Prayogi mengingatkan bahwa Partai X secara konsisten menolak segala bentuk upaya yang dapat merusak agenda reformasi. Prinsip Partai X yang menekankan transparansi, perlindungan hak asasi manusia, dan keadilan hukum harus menjadi landasan dalam merumuskan kebijakan nasional.
Partai X mendukung penuh sikap kritis yang ditunjukkan para akademisi UGM dan UII dalam menolak RUU TNI. Prayogi pun mengajak masyarakat, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil. Hal ini untuk bersama-sama mengawal proses pembahasan RUU ini agar berjalan transparan dan berpihak pada rakyat.
“UU TNI ini harus dikaji ulang. Jangan sampai demokrasi yang kita perjuangkan dengan susah payah selama dua dekade ini justru mundur ke masa lalu yang kelam,” pungkas Prayogi.