Pemerintah Indonesia akan segera meresmikan perdagangan karbon dari sektor kehutanan sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim dan percepatan ekonomi hijau. Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni menyatakan, langkah ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pelaku usaha.
Perdagangan karbon ini, di tahap awal bakal mencakup skema pengelolaan hutan oleh swasta melalui Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dan Perhutanan Sosial. Potensi serapan karbon dari PBPH diperkirakan mencapai 20-58 ton CO₂ per hektare dengan harga USD 5-10 per ton CO₂.
Sementara, Perhutanan Sosial berpotensi menyerap hingga 100 ton CO₂ per hektare dengan harga mencapai 30 euro per ton CO₂. Pemerintah memproyeksikan nilai transaksi perdagangan karbon sektor ini pada 2025 dapat mencapai Rp1,6 triliun hingga Rp3,2 triliun per tahun.
Dikatakan Rajuli, Kementerian Kehutanan optimis, perdagangan karbon sektor kehutanan akan menjadi penggerak utama pambangunan ekonomi hijau, ketahanan pangan dan energi, serta penguatan komitmen Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim.
“Ini sejalan dengan visi Asta Cita yang diusung Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan,” kata Rajuli, dikutip dari tempo.co
Partai X: Tugas Pemerintah Tidak Sekadar Ekonomi
Menanggapi kebijakan ini, Direktur X-Institute, Prayogi R. Saputra menyampaikam, tugas utama pemerintah adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Meski mendukung inovasi yang bakal dibuat pemerintah, namun Prayogi juga meminta agar program yang dibuat benar-benar harus pro rakyat.
“Kebijakan perdagangan karbon ini tentu memiliki manfaat ekonomi, tetapi jangan sampai mengabaikan aspek perlindungan terhadap rakyat dan lingkungan,” ujarnya.
Menurut Prayogi, pemerintah harus memastikan implementasi perdagangan karbon ini tidak merugikan masyarakat adat dan komunitas lokal yang bergantung pada hutan. Selain itu, sistem pengawasan yang ketat diperlukan agar kebijakan ini tidak menjadi celah bagi praktik korupsi dan monopoli oleh kelompok tertentu.
“Implementasi harus dipastikan sesuai sasaran, perlu juga pengawasan agar tidak ada celah praktikmkorupsi terkait proyek ini,” imbuh Prayogi.
Tata Kelola Baik untuk Pengelolaan SDA yang Berkelanjutan
Partai X menyambut baik inisiatif perdagangan karbon sektor kehutanan sebagai langkah menuju ekonomi hijau dan pelestarian lingkungan. Namun, Partai X menekankan, implementasi kebijakan ini harus dijalankan secara efektif, efisien, dan transparan untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Partai X memandang negara adalah entitas yang terdiri dari wilayah, rakyat, dan pemerintah. Dimana ketiganya harus menjalankan kewenangannya secara optimal. Tujuannya demi mewujudkan kedaulatan, keadilan, dan kesejahteraan seluruh rakyat.
“Makan, kebijakan perdagangan karbon harus sejalan dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Termasuk pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan,” kata Prayogi.
Kebijakan Ekonomi Hijau Harus Demi Kesejahteraan dan Keberlanjutan
Perdagangan karbon sektor kehutanan memiliki potensi besar untuk meningkatkan perekonomian dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Tetapi, Prayogi menyebut, hal itu perli dipastikan jika kebijakan ini benar-benar membawa manfaat bagi seluruh rakyat. Bukan hanya bagi segelintir pelaku usaha.
“Transparansi dan pengawasan yang kuat menjadi kunci utama. Hal ini agar inisiatif ini tidak hanya menjadi program ekonomi, tetapi juga solusi bagi permasalahan lingkungan,” pungkasnya.