beritax.id – Di tengah bencana dan kerusakan lingkungan yang memakan korban, publik kembali disuguhi pernyataan pejabat yang terdengar ringan dan defensif: “tidak pernah lihat kayu sebesar itu.” Alih-alih memberi kejelasan, pernyataan semacam ini justru mengaburkan substansi persoalan yakni pengelolaan hutan, pengawasan aktivitas industri, dan tanggung jawab negara atas keselamatan warga.
Pernyataan personal tidak menjawab pertanyaan publik tentang bagaimana kayu-kayu raksasa itu bisa berada di alur sungai, kawasan permukiman, atau lokasi bencana.
Fokus Bergeser dari Masalah ke Persepsi
Masalah lingkungan menuntut penjelasan berbasis data dan kebijakan, bukan kesan personal. Ketika pejabat mengedepankan persepsi pribadi, diskusi publik bergeser dari evaluasi tata kelola ke polemik pernyataan. Akibatnya, akar persoalan deforestasi, lemahnya pengawasan, dan pembiaran pelanggaran luput dari penanganan serius.
Publik membutuhkan jawaban tentang mengapa dan bagaimana, bukan pernah atau tidak pernah melihat.
Dampak Nyata di Lapangan
Kayu berukuran besar bukan sekadar objek visual. Ia adalah indikator aktivitas hulu yang bermasalah: pembukaan hutan, pengangkutan kayu, dan alih fungsi lahan yang tak terkendali. Dampaknya dirasakan warga melalui banjir bandang, longsor, rusaknya rumah dan ladang, serta terhentinya aktivitas ekonomi.
Ketika pernyataan pejabat tidak menyentuh dampak ini, korban kembali merasa diabaikan.
Pernyataan yang meremehkan fakta lapangan memperlemah akuntabilitas. Negara seharusnya menjelaskan rantai kebijakan dari izin, pengawasan, hingga penegakan hukum bukan berlindung pada ketidaktahuan personal. Tanpa akuntabilitas, kepercayaan publik terus tergerus.
Tanggapan Rinto Setiyawan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa komunikasi pejabat harus mencerminkan tanggung jawab negara.
“Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Pernyataan yang tidak membantu justru menjauhkan negara dari tugas tersebut. Rakyat butuh perlindungan nyata dan penjelasan kebijakan, bukan komentar yang mengaburkan masalah,” tegas Rinto.
Ia menambahkan, negara wajib hadir dengan data, tindakan, dan solusi.
Solusi: Dari Pernyataan ke Tindakan
Untuk mencegah pengulangan krisis dan memulihkan kepercayaan publik, langkah berikut perlu segera dilakukan:
- Audit menyeluruh aktivitas kehutanan dan alur kayu
Telusuri sumber, izin, dan pengawasan dari hulu ke hilir secara transparan. - Perkuat penegakan hukum lingkungan
Tindak tegas pelanggaran tanpa kompromi, termasuk pada pemegang izin. - Perbaiki komunikasi kebijakan berbasis data
Sampaikan fakta, rencana, dan progres penanganan secara terbuka. - Libatkan masyarakat terdampak dalam pengawasan
Partisipasi warga penting untuk deteksi dini dan pencegahan.
Dalam krisis lingkungan, kata-kata pejabat memiliki konsekuensi. Pernyataan yang tidak membantu hanya menambah jarak antara negara dan rakyat. Yang dibutuhkan publik adalah kepemimpinan yang bertanggung jawab hadir dengan data, bertindak dengan tegas, dan berpihak pada keselamatan warga.



