beritax.id – Narasi “proyek strategis nasional” selama bertahun-tahun menjadi alasan untuk mempercepat pembangunan di berbagai daerah. Namun di Sumatera Utara, khususnya Batang Toru, istilah itu justru berubah menjadi pengingat pahit bahwa pembangunan tanpa batas dapat memicu tragedi tanpa ampun. PLTA Batang Toru, yang dipromosikan sebagai proyek masa depan energi hijau, kini menjadi contoh bagaimana keputusan yang diambil atas nama investasi justru merusak ekosistem dan mengorbankan rakyat di hilir.
Jejak Kebijakan yang Mengabaikan Ekologi
Nama Luhut Binsar Pandjaitan berkali-kali muncul dalam diskusi publik terkait proyek ini bukan sekadar sebagai pejabat, tetapi sebagai motor utama kebijakan investasi yang mendorong PLTA Batang Toru sejak awal. Dalam berbagai kesempatan, Luhut membela proyek ini sebagai investasi energi bersih, bahkan menyebut kritik LSM lingkungan sebagai kampanye negatif yang menghambat pembangunan.
Namun realitas lapangan berkata lain. WALHI mencatat bahwa lebih dari 72 ribu hektare hutan Batang Toru telah hilang akibat pembangunan infrastruktur pendukung energi dan industri. Pembangunan ini memotong habitat Orangutan Tapanuli, merusak lereng bukit, membuka jalur untuk sedimentasi ekstrem, dan mengganggu stabilitas tanah.
Di atas kertas proyek terlihat “strategis”. Di lapangan, bentang alam justru rusak secara permanen.
Ketika Zona Industri Mengubah Jalur Bencana
Banjir bandang dan longsor yang menghancurkan Tapanuli Selatan pada 2025 tidak dapat dipisahkan dari perubahan bentang alam ini. Akses jalan proyek, terowongan air, hingga pembukaan lahan untuk menara listrik menciptakan fragmen-fragmen tanah yang tidak lagi stabil.
Hilir menanggung akibat dari hulu yang dipaksa menampung terlalu banyak rekayasa industri. Ketika hujan deras datang, tanah yang seharusnya menyerap air justru longsor, membawa batu dan lumpur ke permukiman warga.
Bencana ini bukan fenomena alam semata—ini adalah hasil dari keputusan yang mengabaikan ekosistem demi mengejar target investasi.
Rakyat Menjadi Korban dari Kebijakan yang Terlalu Berani
Ratusan rumah hancur, ribuan warga mengungsi, akses jalan tertutup berhari-hari, dan korban jiwa meningkat tajam.
Sementara itu, pemerintah pusat tetap mempertahankan narasi bahwa proyek ini adalah “masa depan energi” dan bagian dari strategi besar Indonesia mengurangi emisi.
Padahal, energi bersih tidak boleh dihasilkan dengan cara yang kotor: menebang hutan primer, menghancurkan ekosistem langka, dan membahayakan masyarakat.
Bencana ini adalah harga yang dibayar rakyat untuk kebijakan yang lebih berpihak pada neraca investasi daripada perlindungan lingkungan.
Rinto Setiyawan: “Negara Tidak Boleh Mengorbankan Ekologi dan Nyawa Rakyat Demi Label Strategis”
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyampaikan kritik keras terhadap pola kebijakan seperti ini:
“Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika proyek besar justru membahayakan lingkungan dan merugikan warga, berarti negara gagal menjalankan ketiganya.”
Ia menegaskan bahwa pembangunan tidak boleh menabrak ekologi.
“Ekosistem Batang Toru adalah warisan bangsa. Jika negara sendiri yang merusaknya, lalu bagaimana mungkin rakyat percaya bahwa negara hadir untuk mereka?”
Rinto menilai tragedi di Tapanuli adalah peringatan keras agar negara berhenti memaksakan proyek besar tanpa kajian ekologis mendalam.
Solusi: Pembangunan Harus Mengikuti Ekologi, Bukan Sebaliknya
Untuk memastikan tragedi ini tidak terulang, Partai X mengusulkan langkah-langkah tegas:
- Audit menyeluruh seluruh dampak ekologis PLTA Batang Toru dan proyek industri di sekitarnya
Audit harus independen dan terbuka untuk publik. - Moratorium proyek baru di ekosistem Batang Toru
Tidak boleh ada lagi pembangunan yang mengancam keberlangsungan Orangutan Tapanuli dan stabilitas tanah. - Evaluasi ulang izin industri dan energi yang memotong hulu DAS
Izin yang melanggar prinsip lingkungan harus dicabut. - Penataan ulang kebijakan investasi nasional
Pembangunan harus menyesuaikan ekologi, bukan memaksa ekologi mengikuti peta investasi. - Percepatan program pemulihan hutan Batang Toru
Rehabilitasi harus berbasis restorasi ekologis, bukan sekadar penanaman simbolis. - Transparansi total dalam perencanaan dan penggunaan anggaran proyek strategis
Rakyat berhak mengetahui siapa diuntungkan, siapa dirugikan, dan apa risikonya.
Tragedi Batang Toru adalah pengingat bahwa ketika ekologi diabaikan, ekonomi pun akhirnya runtuh.
Pembangunan seharusnya menciptakan masa depan, bukan meninggalkan luka.Jika pemerintah ingin disebut berpihak pada rakyat, maka pembangunan harus dimulai dari prinsip sederhana jangan korbankan alam, jangan korbankan nyawa.



