beritax.id – Era digital telah mengubah cara warga negara berinteraksi, bekerja, belajar, dan bersuara. Dunia maya kini bukan sekadar ruang hiburan, tetapi ruang publik tempat nilai, opini, dan identitas nasional dipertaruhkan. Namun, di tengah derasnya informasi dan teknologi, muncul pertanyaan penting: mampukah republik mempertahankan identitasnya ketika warganya hidup dalam dua dunia fisik dan digital?
Ruang digital membuka peluang besar, tetapi juga menghadirkan tantangan serius bagi keberlanjutan identitas kebangsaan.
Dulu, identitas kebangsaan dibentuk lewat sekolah, keluarga, dan pengalaman hidup di dunia nyata. Kini, algoritma global ikut campur dalam membentuk nilai dan pandangan warga negara. Informasi dari luar negeri mengalir tanpa filter, membentuk pola pikir yang tidak selalu sejalan dengan nilai lokal. Narasi global mendominasi, sementara identitas nasional justru terancam tersisih di tengah arus besar ini.
Jika republik ingin bertahan, maka ruang digital tidak boleh dibiarkan bergerak tanpa arah.
Media Sosial Membentuk Perilaku Publik, Bukan Lagi Negara
Di era digital, opini publik lebih cepat berubah oleh konten viral dibandingkan oleh dialog berkualitas. Viralitas menggantikan argumentasi. Popularitas mengalahkan substansi. Sebelum negara sempat memberikan penjelasan, masyarakat sudah terbentuk oleh narasi digital yang tidak jelas akurasinya.
Identitas kebangsaan dapat memudar ketika algoritma lebih mengatur perilaku warga dibandingkan nilai yang dibangun negara.
Dunia digital sering menciptakan kelompok-kelompok kecil yang terisolasi dalam gelembung informasi berbeda. Warga negara hidup dalam kamar gema yang terpisah, memperkuat polarisasi dan saling curiga. Ruang publik yang seharusnya menjadi tempat pencarian solusi bersama justru berubah menjadi arena perpecahan. Jika dibiarkan, republik kehilangan modal sosial paling penting: rasa kebersamaan.
Ancaman terhadap Kedaulatan Tidak Lagi Berbentuk Senjata, tetapi Data
Di era digital, kedaulatan negara tidak hanya diuji oleh ancaman fisik, tetapi juga oleh penguasaan data. Data pribadi warga berada di tangan perusahaan teknologi besar. Platform global bisa memengaruhi opini publik tanpa kontrol negara. Serangan siber dapat melumpuhkan layanan publik dalam hitungan detik.
Kedaulatan digital kini menjadi syarat utama bertahannya republik.
Solusi: Menguatkan Identitas Kebangsaan dalam Ekosistem Digital yang Sehat
Untuk memastikan identitas republik tetap kuat di tengah dunia maya, negara harus membangun sistem yang mampu melindungi warganya secara digital sekaligus memupuk nilai kebangsaan. Pendidikan kewarganegaraan perlu diperluas menjadi literasi digital yang menekankan etika, keamanan data, kemampuan berpikir kritis, serta kesadaran terhadap misinformasi. Negara harus memperkuat kedaulatan digital melalui pengelolaan data yang aman, regulasi platform global, dan penguatan keamanan siber.
Di sisi lain, ruang digital publik harus dihidupkan dengan konten edukatif yang mengangkat nilai, sejarah, dan jati diri bangsa, sehingga warga tidak hanya menjadi konsumen teknologi tetapi subjek yang berdaulat dalam menggunakannya. Partisipasi digital juga harus diarahkan kepada dialog yang sehat, bukan hanya mobilisasi emosi sesaat. Ketika teknologi digunakan untuk memperkuat, bukan mengikis, identitas kebangsaan, maka republik dapat tetap kokoh meski berdiri di tengah guncangan global. Identitas nasional tidak hilang jika negara dan warganya memilih untuk menjaganya.
Kesimpulan: Republik Hanya Akan Bertahan Jika Warganya Berdaulat
Era digital adalah tantangan, tetapi juga kesempatan besar. Identitas republik tidak ditentukan oleh teknologi, melainkan oleh bagaimana warga negara menjaga nilai dan kebanggaannya di dalam ruang digital.
Di tengah dunia maya yang tak berbatas, mempertahankan identitas bukan berarti menolak perubahan melainkan memastikan bahwa perubahan tidak menghapus karakter kita sebagai bangsa.



