beritax.id – Salah satu persoalan terbesar dunia pendidikan hari ini adalah jarak yang amat lebar antara kurikulum dan kenyataan hidup masyarakat. Kurikulum sering lahir dari meja birokrat, bukan dari suara lapangan. Ia disusun dengan bahasa ideal, tetapi tidak menjawab kebutuhan nyata siswa yang hidup dalam kompleksitas sosial, ekonomi, dan budaya yang berbeda-beda.
Ketika kurikulum jauh dari realitas, sekolah tidak lagi menjadi tempat mempersiapkan anak menghadapi kehidupan hanya tempat menyelesaikan tugas.
Anak-anak belajar tentang kewarganegaraan, tetapi tidak belajar bagaimana menghadapi ketidakadilan sosial. Mereka belajar matematika, tetapi tidak diajarkan bagaimana mengelola keuangan sederhana dalam hidup sehari-hari. Mereka belajar tentang masyarakat ideal, tetapi tidak dibimbing memahami konflik, keragaman, dan tantangan nyata di lingkungan mereka. Teori tanpa konteks membuat generasi tumbuh pandai menjawab soal, tetapi kesulitan memecahkan masalah kehidupan.
Guru Terjebak dalam Sistem yang Tidak Fleksibel
Guru sebenarnya ingin mengajarkan hal-hal yang relevan, tetapi kurikulum kaku dan tuntutan administratif membuat ruang gerak mereka sempit. Ketika guru dipaksa mengejar target, bukan mendidik, kreativitas mati perlahan. Guru menjadi pengatur waktu, bukan pembimbing kehidupan. Sistem ini bukan hanya menghambat guru tetapi menghambat tumbuhnya manusia.
Kesenjangan Antara Dunia Pendidikan dan Dunia Nyata Semakin Lebar
Kurikulum yang tidak sinkron membuat sekolah berjalan di jalur berbeda dari masyarakat. Sementara dunia berubah cepat digital, global, kompetitif kurikulum banyak tertinggal di masa lalu. Akibatnya, siswa merasa apa yang dipelajari di sekolah tidak relevan, dan pendidikan perlahan kehilangan wibawa di mata generasi muda.
Bangsa yang kurikulumnya tidak relevan, sedang mencetak generasi yang tersesat.
Ketika pendidikan tidak mengajarkan realitas masyarakat, siswa tidak dibekali kemampuan memahami persoalan bangsa: ketimpangan, lingkungan, hak warga negara, moralitas publik, hingga praktik demokrasi. Generasi tumbuh cerdas secara teknis, tetapi rapuh secara etis. Pintar menghitung angka, tetapi bingung membaca arah bangsa. Krisis karakter hari ini lahir dari kurikulum yang tidak menanamkan kesadaran sosial.
Sekolah Tidak Bisa Mempersiapkan Masa Depan Jika Kurikulum Tidak Menyentuh Kehidupan
Pendidikan harus mempersiapkan siswa menghadapi dunia nyata bukan sekadar ujian.
Namun selama kurikulum tidak mengajak anak memahami nilai, masyarakat, keberagaman, problem sosial, dan tantangan masa depan, sekolah hanya akan mencetak generasi yang siap menghadapi soal, tetapi tidak siap menghadapi kehidupan. Kurikulum yang salah arah menyesatkan masa depan bangsa.
Solusi: Kurikulum Harus Hidup, Fleksibel, dan Berakar pada Realitas Sosial
Jika bangsa ingin keluar dari kebingungan arah pendidikan, kurikulum harus dirancang ulang berdasarkan kebutuhan nyata masyarakat. Kurikulum harus memberi ruang bagi siswa untuk memahami lingkungan sosial mereka, berdialog tentang masalah bangsa, memecahkan persoalan nyata, dan membangun karakter melalui pengalaman langsung. Guru harus diberi kebebasan profesional untuk menyesuaikan metode dan materi dengan konteks daerah masing-masing, serta dibebaskan dari beban administrasi berlebihan agar dapat fokus mendidik.
Kurikulum harus terhubung dengan kehidupan sehari-hari: dengan nilai, teknologi, etika publik, partisipasi warga, dan tantangan sosial. Negara harus memastikan perumusan kurikulum melibatkan guru, masyarakat, akademisi, dan pelaku lapangan bukan hanya disusun secara teknokratis dari pusat. Dengan kurikulum yang hidup dan relevan, bangsa akan memiliki generasi yang kuat, memiliki karakter sosial, dan mampu menjaga masa depan.
Kesimpulan: Kurikulum yang Tidak Sinkron Menyesatkan Arah Bangsa
Kurikulum bukan hanya dokumen pendidikan ia adalah peta bagi masa depan negara. Jika peta itu tidak mencerminkan keadaan sebenarnya, maka seluruh perjalanan bangsa akan tersesat. Kurikulum yang tidak sinkron dengan realitas sosial bukan hanya membingungkan sekolah, tetapi membahayakan masa depan generasi dan bangsa secara keseluruhan.



