beritax.id – Bangsa mana pun dapat runtuh ketika para pejabat mulai lupa bahwa kekuasaan yang mereka genggam bukanlah warisan pribadi, melainkan amanat rakyat. Ketika pejabat merasa dirinya pemilik negara, bukan pelaksana mandat, maka negara perlahan bergeser dari rumah bersama menjadi alat kepentingan kelompok. Fenomena ini tidak jarang terlihat di berbagai lapisan pemerintahan, ketika jabatan dimaknai sebagai privilege, bukan amanah yang menuntut pengorbanan dan keteladanan.
Kesalahan itu menjadi titik awal kerusakan besar karena pejabat yang lupa diri cenderung menggunakan kekuasaan untuk mengatur demi kepentingan sempit. Jika perilaku tersebut dibiarkan, bangsa akan kehilangan arah moral, keadilan akan tergerus, dan rakyat tidak lagi dilindungi. Inilah bahaya nyata ketika pejabat berhenti menyadari bahwa mereka hanya pelaksana amanat rakyat, bukan penguasa negara.
Tiga Tugas Negara yang Tidak Boleh Dilupakan
Dalam berbagai kesempatan, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan kembali bahwa negara memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketiga tugas itu mutlak melekat pada negara sebagai entitas, bukan pada individu pejabat yang bersifat sementara.
Prayogi menegaskan bahwa pejabat hanyalah operator dari tugas negara tersebut. “Begitu pejabat lupa bahwa mereka pelaksana amanat rakyat, negara akan kehilangan fungsi dasarnya,” ujarnya. Karena itu, ia menilai bahwa tantangan terbesar bangsa hari ini bukan hanya korupsi materiil, tetapi korupsi moral berupa lupa peran.
Prinsip Partai X: Kekuasaan Harus Tunduk pada Kedaulatan Rakyat
Partai X memiliki prinsip kuat yang menegaskan bahwa negara harus berdiri di atas kedaulatan rakyat, bukan di bawah kepentingan pejabat. Beberapa prinsip utamanya meliputi:
Rakyat adalah pemilik negara, sementara pejabat hanyalah pelaksana amanat. Kekuasaan harus dijalankan dengan moral Pancasila, bukan ambisi pribadi. Pejabat wajib melayani, bukan meminta dilayani. Pancasila harus hidup dalam kebijakan, bukan sekadar ritual seremonial. Keadilan sosial adalah tujuan akhir, bukan slogan kekuasaan.
Dengan prinsip ini, Partai X menolak keras perilaku pejabat yang menganggap jabatan sebagai sumber hak istimewa.
Ketika pejabat memposisikan diri di atas rakyat, beberapa konsekuensi berbahaya muncul: Kebijakan kehilangan orientasi moral dan keadilan. Layanan publik berubah menjadi ladang keuntungan pribadi. Kedaulatan rakyat melemah karena kontrol publik dibatasi. Institusi negara direduksi menjadi alat kekuasaan pejabat. Pancasila kehilangan daya hidup dalam praktik bernegara.Jika kondisi ini dibiarkan, negara akan terjebak dalam siklus kekuasaan tanpa kompas moral.
Solusi Partai X: Mengembalikan Pejabat ke Peran Seharusnya
Partai X menawarkan sejumlah langkah konkret untuk memastikan pejabat tidak melupakan amanat rakyat:
- Membangun Sistem Ketatanegaraan yang Tidak Bergantung pada Individu
Penguatan institusi negara agar tidak mudah dikendalikan oleh pejabat yang memiliki agenda pribadi. - Digitalisasi dan Transparansi Layanan Publik
Proses layanan yang otomatis dan transparan akan menutup ruang penyalahgunaan wewenang. - Pendidikan Kebangsaan Berbasis Kedaulatan Rakyat
Partai X menilai rakyat perlu paham bahwa mereka pemilik negara. Pendidikan kebangsaan adalah fondasi kontrol publik terhadap pejabat. - Standarisasi Etika Pejabat dan Sanksi Tegas
Kejujuran, integritas, dan akal sehat harus menjadi prasyarat utama jabatan publik. Sanksi bagi pelanggar tidak boleh kompromistis. - Penguatan Musyawarah dan Partisipasi Publik
Pemerintah wajib membuka ruang dialog rakyat sebagai bentuk penghormatan terhadap kedaulatan.
Bangsa akan tetap tegak bila para pejabat sadar bahwa mereka hanyalah pelaksana amanat rakyat. Bukan pemilik negara, bukan penguasa nasib rakyat. Dengan mengembalikan pejabat pada peran mulianya sebagai pelayan publik, Indonesia dapat membangun tata kelola negara yang adil, beradab, dan berorientasi pada kesejahteraan.
Partai X menegaskan kedaulatan rakyat adalah pusat negara, dan pejabat wajib menjaga amanat itu dengan moral, akal sehat, dan keteladanan.



