beritax.id — Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menyoroti pemecatan dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara. Keduanya, Rasnal dan Abdul Muis, diberhentikan tidak hormat karena membantu guru honorer yang belum menerima gaji berbulan-bulan.
“Negara seharusnya introspeksi,” kata Lalu, Rabu (12/11/2025). “Guru honorer dibiarkan tanpa gaji, tapi malah dipenjara karena membantu?” ujarnya.
Rasnal dan Abdul Muis menarik iuran Rp 20 ribu untuk membantu rekan-rekan mereka yang belum digaji. Namun, tindakan solidaritas itu justru dianggap pelanggaran oleh birokrasi pendidikan.
Lalu menyebut hal ini menunjukkan lemahnya empati negara terhadap para guru. “Negara seharusnya memastikan keadilan, bukan menghukum kemanusiaan,” tegasnya.
Partai X: Negara Tak Boleh Mati Rasa
Partai X mengecam keras pemecatan guru yang menunjukkan solidaritas kemanusiaan. Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R. Saputra, menilai keputusan itu bentuk kegagalan moral negara.“Guru bukan musuh negara. Mereka pahlawan yang menjaga akal bangsa tetap hidup,” ujarnya tegas.
Menurutnya, negara tak boleh mati rasa terhadap penderitaan para pendidik.
Prayogi mengingatkan, tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. “Kalau guru yang melindungi rekan sendiri dihukum, negara sedang kehilangan akalnya,” katanya.
Ia menegaskan, hukum tanpa nurani hanya menghasilkan birokrasi dingin dan rakyat yang terluka. “Keadilan sejati adalah keseimbangan antara aturan dan kemanusiaan,” tambahnya.
Keadilan Tak Bisa Dijalankan Tanpa Nurani
Partai X menilai kasus pemecatan guru di Luwu Utara mencerminkan hilangnya nurani dalam sistem pendidikan. “Negara sibuk mengatur data, tapi lupa menata hati,” ujar Prayogi.
Menurutnya, tindakan dua guru itu bukan korupsi, tapi bentuk tanggung jawab sosial. “Mereka membantu karena negara lambat bekerja. Itu bukan pelanggaran, itu panggilan hati,” katanya.
Partai X menilai, jika aturan membuat orang baik dihukum, maka yang salah adalah aturannya. “Peraturan seharusnya membela rakyat, bukan menindasnya,” tegasnya.
Prinsip Negara Menurut Partai X
Partai X berpandangan bahwa pemerintah hanyalah pelayan rakyat, bukan penguasa. “Rakyat adalah pemilik negara, pejabat hanya pekerja rakyat,” kata Prayogi mengutip prinsip partai.
Negara diibaratkan bus, rakyat pemiliknya, dan pejabat hanyalah sopirnya. “Kalau sopirnya menabrak, rakyat berhak menggantinya,” tegasnya.
Negara yang sehat harus dijalankan dengan prinsip efektif, efisien, dan berkeadilan sosial. “Pemerintah yang adil adalah yang berani memperbaiki kesalahan, bukan menutupinya,” ujarnya.
Solusi Partai X: Reformasi Birokrasi dengan Akal dan Hati
Partai X menawarkan solusi konkret untuk membangun sistem pendidikan yang manusiawi dan transparan.
Pertama, reformasi birokrasi pendidikan berbasis digital dan keadilan sosial agar keputusan tak hanya berdasar administrasi. Kedua, pembentukan dewan etik pendidik nasional yang melibatkan guru, akademisi, dan tokoh masyarakat.
Ketiga, program pendidikan moral dan kenegarawanan bagi ASN agar keputusan birokrasi tak kehilangan sisi kemanusiaan. Keempat, musyawarah kebangsaan lintas sektor pendidikan untuk memperkuat kebijakan berbasis keadilan sosial.
“Negara harus belajar mendengar. Guru bukan objek sistem, tapi pelaku utama peradaban,” ujar Prayogi
Penutup: Negara Harus Bertindak, Bukan Diam
Partai X menegaskan, pemecatan dua guru itu harus dikaji ulang dengan hati nurani. “Negara harus bertindak, bukan membiarkan keadilan dibungkam oleh birokrasi,” kata Prayogi.
Ia menegaskan, kebijakan pendidikan harus berpihak pada mereka yang mendidik, bukan menghukum. “Negara yang menindas guru, sesungguhnya menindas masa depannya sendiri,” ujarnya menutup.



