beritax.id — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat total nilai restitusi korban tindak pidana mencapai Rp33,05 miliar sepanjang Januari–September 2025. Wakil Ketua LPSK Wawan Fahrudin menjelaskan, nilai itu meliputi restitusi yang masuk tuntutan jaksa Rp9,28 miliar, diputus hakim Rp7,17 miliar, dan dibayar pelaku Rp3,22 miliar. Ia menilai sistem restitusi yang hanya bergantung pada kemampuan pelaku belum mampu menjamin keadilan bagi korban.
“Kondisi ini menunjukkan masih lemahnya peran negara dalam memastikan pemulihan korban,” kata Wawan dalam acara media gathering di Bandung, Selasa malam. LPSK mendorong optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor penegakan hukum untuk mendukung Dana Bantuan Korban (DBK).
Negara Harus Hadir Menjamin Pemulihan Korban
LPSK menyebut kebijakan Dana Abadi Korban (DBK) menjadi solusi agar korban tetap mendapat haknya atas pemulihan menyeluruh. “Negara tidak mengambil alih kewajiban pelaku, tapi menutup kekosongan agar korban tidak terabaikan,” tegas Wawan.
Selama ini, hasil PNBP dari denda pidana masuk kas negara dan menjadi bagian dari anggaran Kejaksaan Agung. LPSK mengusulkan sebagian dana itu dialokasikan untuk DBK agar keberlanjutan pemulihan korban lebih terjamin. Menurut Wawan, langkah ini mencerminkan prinsip keadilan restoratif, di mana hasil penegakan hukum dikembalikan untuk korban.
Partai X: Keadilan Harus Dirasakan, Bukan Dihitung
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa keadilan sejati tidak berhenti pada angka restitusi. “Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat dengan adil,” tegasnya.
Prayogi menilai restitusi Rp33 miliar hanyalah statistik jika tidak mengubah nasib korban secara nyata. “Negara harus hadir dengan empati, bukan sekadar laporan keuangan. Keadilan adalah soal rasa, bukan hitungan,” ujarnya.
Partai X menilai bahwa sistem restitusi nasional harus dievaluasi agar pemulihan korban menjadi tanggung jawab moral negara.
Maraknya Judi Online: Luka Baru di Tengah Ketidakadilan
Partai X menyoroti bahwa di tengah masih lemahnya keadilan bagi korban, masyarakat justru dihadapkan pada maraknya judi online. “Ketika korban kejahatan belum pulih, negara juga harus melawan kejahatan baru yang merusak moral rakyat,” kata Prayogi. Ia menyebut praktik judi online telah memperburuk kondisi sosial dan menggerus daya tahan ekonomi keluarga kecil. Menurutnya, negara tidak boleh hanya fokus pada restitusi formal tetapi juga menutup celah kejahatan digital yang menciptakan korban baru. “Korban bukan hanya mereka yang kehilangan harta, tapi juga mereka yang kehilangan arah karena jebakan digital,” ujarnya.
Prinsip Partai X: Keadilan Sosial, Pemulihan Nyata
Partai X berpandangan bahwa hukum tidak boleh berhenti pada hukuman, tetapi harus berorientasi pada pemulihan manusiawi dan sosial. Setiap kebijakan penegakan hukum harus menegakkan prinsip keadilan, kemanusiaan, dan keterbukaan informasi publik sebagaimana tertuang dalam nilai dasar Partai X. Pemulihan korban adalah bagian dari tugas moral negara untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum. “Negara yang beradab adalah negara yang memuliakan korban, bukan sekadar menghitung restitusi,” ujar Prayogi.
Solusi Partai X: Reformasi Restitusi, Moralitas Hukum, dan Literasi Publik
Partai X menawarkan solusi konkret untuk memperkuat pemulihan korban melalui tiga langkah utama. Pertama, reformasi sistem restitusi agar pembayaran korban dijamin langsung melalui Dana Abadi Korban tanpa birokrasi berlapis. Kedua, memperkuat moralitas hukum dengan menanamkan nilai tanggung jawab sosial dalam setiap putusan pengadilan. Ketiga, memperluas literasi publik agar masyarakat memahami hak restitusi dan berani menuntut keadilan yang transparan. “Restitusi bukan hadiah negara, tapi hak warga yang harus dipenuhi tanpa syarat,” tutup Prayogi menegaskan.



