beritax.id – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkapkan bahwa potensi royalti musik yang bisa dikumpulkan Indonesia mencapai Rp3 triliun. Namun, realisasinya baru sekitar Rp200 miliar.
“Potensi kita untuk royalti di Indonesia bisa mencapai Rp2,5 sampai Rp3 triliun, tapi hari ini besaran royalti kita, mau analog maupun digital, itu masih Rp200 miliar,” ujar Supratman dalam acara IKA Fikom Unpad di Jakarta Selatan, Rabu (8/10/2025).
Ia menilai, Indonesia tertinggal jauh dari Malaysia yang berhasil mengumpulkan royalti Rp600 miliar, padahal memiliki penduduk jauh lebih sedikit. Supratman menegaskan bahwa pemerintah akan memperbaiki tata kelola royalti agar lebih transparan dan akuntabel. Ia berharap, digitalisasi dan keterbukaan dapat memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga manajemen kolektif.
Partai X: Uang Rakyat Harus Dikelola, Bukan Menguap
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai bahwa pernyataan Menteri Hukum menunjukkan adanya kesenjangan besar dalam tata kelola negara. Dari potensi Rp3 triliun, hanya Rp200 miliar yang terealisasi. Sisanya ke mana? Ini pertanyaan wajar dari rakyat yang terus dipaksa percaya pada janji transparansi.
Rinto menegaskan bahwa negara memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketika pengelolaan royalti gagal dijalankan dengan prinsip keadilan dan akuntabilitas, maka negara telah abai terhadap tugasnya sendiri.
“Royalti bukan sekadar hak musisi, tapi simbol penghargaan negara terhadap karya dan keadilan ekonomi,” ujarnya.
Ia menilai, kebocoran atau inefisiensi dalam pengelolaan royalti mencerminkan masalah struktural yang sama: lemahnya sistem pengawasan, minimnya kepakaran, dan tidak adanya keberpihakan negara pada rakyat yang berkarya.
Prinsip Partai X: Pemerintah Hanya Pelayan Rakyat
Partai X menegaskan, pemerintah hanyalah sebagian kecil dari rakyat yang diberi mandat untuk mengatur dan melayani. Pemerintah bukan pemilik negara, melainkan pelaksana amanah rakyat. Negara yang ideal harus dijalankan dengan prinsip efektif, efisien, dan transparan untuk mewujudkan keadilan serta kesejahteraan seluruh rakyat.
Rakyat adalah pemilik kedaulatan. Pejabat hanyalah pengelola amanah. Bila uang publik tidak jelas arahnya, maka kepercayaan publik terkikis. Dalam logika Partai X, negara adalah bus, rakyat pemiliknya, dan pemerintah hanyalah sopir. Jika sopir membawa bus ke jurang, maka rakyat berhak menggantinya.
Prinsip ini menjadi penting di tengah ketimpangan tata kelola royalti nasional. Karena tanpa moralitas pelayanan publik, setiap kebijakan ekonomi hanya akan menjadi alat eksploitasi.
Solusi Partai X: Reformasi Hukum dan Digitalisasi Transparan
Partai X menilai solusi terhadap kebocoran royalti harus dimulai dengan reformasi hukum berbasis kepakaran. Setiap lembaga yang mengelola dana publik wajib diaudit secara terbuka dan disupervisi oleh lembaga independen yang kompeten. Reformasi ini harus disertai dengan transformasi birokrasi digital agar setiap transaksi royalti tercatat, terlacak, dan dapat diawasi publik secara real time.
Partai X juga mendorong diadakannya Musyawarah Kenegarawanan Nasional dengan melibatkan kaum intelektual, seniman, budayawan, tokoh agama, dan TNI/Polri. Forum ini akan menjadi wadah merancang ulang struktur ekonomi kreatif nasional yang menjamin keadilan, transparansi, dan perlindungan bagi pelaku seni.
Negara Seharusnya Melindungi Pencipta, Bukan Mengabaikannya
Partai X menilai bahwa musisi dan pekerja seni adalah bagian penting dari kekuatan bangsa. Mereka bukan sekadar hiburan, tetapi pilar identitas dan moralitas kebangsaan. Namun, ketika karya mereka tidak dihargai secara adil, maka negara telah gagal dalam tugasnya untuk melayani dan mengatur dengan bijak.
“Negara tidak boleh abai terhadap hak pencipta. Keadilan dalam royalti adalah cermin keadilan dalam kebijakan,” tutup Rinto Setiyawan.