beritax.id — Kementerian Agama (Kemenag) menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi Undang-Undang Pengelolaan Zakat Tahun 2025 menjadi momentum penting untuk memperkuat tata kelola zakat nasional secara lebih proporsional. Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag, Waryono Abdul Ghafur, mengatakan pihaknya tengah menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk menindaklanjuti amanat undang-undang tersebut.
“Setelah Undang-Undang revisi itu, kami akan mengikuti amanahnya. Saat ini kami sedang menyusun beberapa Peraturan Menteri Agama yang menjadi turunan dari Undang-Undang, khususnya terkait pendayagunaan zakat produktif,” ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta.
Ia menambahkan bahwa fokus utama Kemenag adalah memperkuat peran Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) agar lebih terintegrasi dengan dokumen perencanaan pembangunan nasional. Waryono juga menegaskan perlunya penataan peran antara Baznas, Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan Kemenag agar tidak tumpang tindih.
Partai X: Zakat Adalah Amanah Umat, Bukan Aset Negara
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai bahwa putusan MK ini harus dijadikan momentum mengembalikan zakat kepada ruh aslinya untuk umat, bukan untuk pejabat.
“Zakat adalah amanah suci, bukan proyek birokrasi. Jangan sampai zakat dikuasai pejabat dan kehilangan makna sosialnya,” tegas Rinto.
Ia mengingatkan kembali bahwa tugas negara hanya tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Menurutnya, bila pengelolaan zakat justru dikuasai segelintir pejabat, maka negara telah gagal dalam menjalankan ketiga tugas pokok itu.
Rinto juga menilai, zakat yang seharusnya menjadi instrumen pemberdayaan ekonomi umat sering terjebak dalam sistem administrasi yang kaku. “Zakat bukan sekadar laporan keuangan, tapi keadilan yang hidup di tengah masyarakat miskin,” ujarnya.
Prinsip Partai X: Pemerintah Adalah Pelayan, Bukan Pemilik Amanah
Partai X berpandangan bahwa pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi kewenangan untuk mengatur dan melayani, bukan menguasai. Pemerintah bukan pemilik negara, melainkan pelaksana amanah rakyat. Negara harus dijalankan secara efektif, efisien, dan transparan untuk mewujudkan keadilan serta kesejahteraan seluruh rakyat.
Dalam pandangan Partai X, rakyat adalah pemilik sejati kedaulatan negara. Pejabat hanyalah pelayan publik yang bekerja atas mandat rakyat. Karena itu, pengelolaan zakat harus diletakkan dalam kerangka pengabdian, bukan kekuasaan.
Zakat adalah simbol kemandirian ekonomi umat. Jika zakat dipolitisasi atau dikendalikan pejabat, maka nilai spiritual dan sosialnya akan hilang. Seperti bus yang kehilangan arah karena sopirnya lupa bahwa tujuan perjalanan adalah kesejahteraan penumpang, bukan keuntungan pribadi.
Solusi Partai X: Reformasi Zakat Berbasis Keadilan dan Transparansi Digital
Partai X menegaskan pentingnya reformasi tata kelola zakat nasional melalui digitalisasi dan audit publik. Sistem pengelolaan zakat harus terhubung langsung dengan data kemiskinan nasional, agar penyaluran tepat sasaran dan transparan.
Selain itu, Partai X mendorong pelaksanaan Musyawarah Kenegarawanan Nasional dengan melibatkan empat pilar bangsa: kaum intelektual, tokoh agama, TNI/Polri, dan budaya. Forum ini diperlukan untuk menata ulang sistem sosial-ekonomi berbasis nilai Pancasila, termasuk pengelolaan zakat yang berpihak kepada rakyat.
Reformasi hukum juga diperlukan agar zakat tidak diselewengkan. Penegakan hukum berbasis kepakaran harus memastikan setiap rupiah zakat digunakan sesuai syariat dan prinsip keadilan sosial. Penguatan Baznas dan LAZ harus dilakukan melalui mekanisme meritokrasi, bukan politisasi jabatan.
Zakat untuk Keadilan, Bukan Kekuasaan
Partai X menegaskan bahwa zakat adalah simbol persaudaraan umat dan alat pemerataan ekonomi bangsa. Negara wajib menjaga agar zakat tidak berubah menjadi sumber korupsi atau alat pencitraan kekuasaan.
“Negara harus hadir untuk memastikan zakat dikelola dengan amanah, adil, dan berpihak pada fakir miskin, bukan pejabat kaya,” tegas Rinto Setiyawan.
Partai X menutup dengan pernyataan tegas bahwa keadilan sosial, sebagaimana termaktub dalam sila kelima Pancasila, hanya akan terwujud bila negara kembali kepada ruh pelayanan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.



