beritax.id — Guru Besar Fakultas Hukum UI, Satya Arinanto, menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam sidang uji formil UU TNI di Mahkamah Konstitusi. Ia membacakan jawaban AI atas pertanyaan DPR terkait praktik kelompok lobi di parlemen Amerika Serikat.
Satya mengaku tidak mempersiapkan jawaban sebelumnya, sehingga memilih menggunakan teknologi untuk merespons pertanyaan yang muncul secara spontan. Ia menjelaskan bahwa kelompok lobi seperti di AS bisa menjadi model partisipasi publik di Indonesia.
Partai X: Nurani dan Nalar Tak Bisa Digantikan Mesin
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menanggapi keras fenomena penggunaan AI dalam forum konstitusional tersebut. Menurutnya, sidang MK adalah ruang pengambilan keputusan fundamental yang harus digerakkan oleh nalar manusia dan nurani bangsa.
“Kalau masa depan hukum kita hanya dikutip dari mesin, lalu di mana tempatnya tanggung jawab akademik dan moral?” ujar Rinto.
Ia menegaskan bahwa tugas negara adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketiganya tidak bisa diserahkan pada logika mesin tanpa jiwa.
Keterbukaan Publik Tak Bisa Hanya Retoris
Partai X menyoroti bahwa sidang uji formil terhadap UU TNI menyingkap banyak pelanggaran asas dalam pembentukan undang-undang. Mulai dari tidak jelasnya tujuan hingga minimnya partisipasi publik yang substantif.
Jika keterbukaan publik hanya dijadikan dalih normatif, tanpa ruang dialog yang sungguh-sungguh, maka seluruh proses legislasi hanya formalitas.
Partai X menegaskan prinsip bahwa demokrasi sejati harus menghormati akal sehat dan partisipasi rakyat. Bukan sekadar menggugurkan kewajiban formal melalui teknologi.
Kemajuan digital harus menjadi alat bantu, bukan pengganti nalar kritis dan komitmen kebangsaan. Keputusan hukum harus dibangun atas refleksi moral dan akuntabilitas historis.
Solusi Partai X: Legislasi Harus Disertai Audit Etik dan Dialog Terbuka
Partai X mengusulkan audit etik dalam proses legislasi yang melibatkan pakar independen lintas disiplin. Proses penyusunan UU harus dilengkapi catatan publikasi ilmiah dari para ahli yang diajukan sebagai saksi di MK.
Selain itu, diperlukan platform digital interaktif yang membuka draf undang-undang sejak tahap awal untuk diserap dan diperdebatkan rakyat.
Kesimpulan: Jangan Serahkan Hukum Bangsa ke Algoritma Tanpa Rasa
Partai X mengingatkan bahwa hukum bukan produk algoritma tanpa rasa, tetapi hasil peradaban bangsa yang berjuang menegakkan keadilan.
Jika dalam ruang Mahkamah Konstitusi saja para ahli sudah bersandar pada mesin, maka masa depan hukum kita kehilangan kepekaan terhadap nurani rakyat.
Negara wajib menjaga integritas forum hukum tertinggi dari reduksi nalar oleh otomatisasi tanpa tanggung jawab. Karena bangsa yang besar tidak dibentuk oleh kecanggihan mesin, tetapi oleh keberanian menyuarakan kebenaran.