beritax.id – Lini masa media sosial X diramaikan perbincangan soal seminar bela negara Universitas Indonesia (UI) bertajuk “Nusantara Shield”. Seminar yang akan digelar pada Sabtu, 10 Mei 2025, menghadirkan Staf Khusus Menteri Pertahanan, Deddy Corbuzier, sebagai salah satu pembicara. Tema kegiatan tersebut berkisar pada isu cyber security dan perlindungan digital.
Sayangnya, kegiatan ini menuai kritik tajam karena proses pendaftarannya mewajibkan peserta mengunggah Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan foto KTP. Sejumlah warganet mempertanyakan alasan di balik kewajiban tersebut, mengingat acara ini bertema keamanan siber, bukan administrasi kependudukan.
Menanggapi kritik tersebut, Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional UI, Arie Afriansyah, memberikan klarifikasi. Menurutnya, pengumpulan data NIK dan KTP diperlukan untuk keperluan sertifikat bela negara yang dikeluarkan Kementerian Pertahanan. Ia menjelaskan bahwa sertifikat tersebut adalah dokumen resmi negara yang membutuhkan proses validasi identitas dari Kemendagri.
“Data ini dibutuhkan 100 persen hanya untuk keperluan sertifikat,” ujar Arie. Ia menegaskan bahwa tidak ada maksud lain selain otentikasi penerima dokumen. Namun demikian, penjelasan ini belum cukup meredam keresahan publik soal keamanan data dan potensi penyalahgunaan informasi pribadi peserta.
Bela Negara Tak Boleh Langgar Privasi
Menanggapi polemik ini, anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyatakan keprihatinannya. Ia mengingatkan bahwa tugas utama pemerintah adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat dengan adil. “Dalam kegiatan bela negara, prinsip perlindungan data pribadi tetap harus diutamakan,” ujar Prayogi.
Ia menilai, kewajiban unggah KTP dalam kegiatan seminar merupakan tindakan yang berpotensi mengganggu hak privasi warga. Pemerintah semestinya memastikan setiap bentuk partisipasi warga dalam kegiatan kenegaraan dilakukan secara sukarela dan aman secara digital. “Bela negara tidak bisa dibenarkan jika melanggar prinsip perlindungan data,” tambahnya.
Kritis, Obyektif, dan Solutif: Prinsip Partai X Hadapi Isu Sensitif
Partai X menekankan bahwa pendekatan terhadap isu-isu seperti ini harus dilakukan secara kritis, objektif, dan solutif.
Dalam hal ini, kritis berarti mempertanyakan prosedur yang bisa melanggar kebebasan individu. Objektif berarti mengedepankan perlindungan hak sipil di atas simbolisme semata. Solutif berarti mendorong adanya regulasi tegas soal keamanan data dalam program bela negara.
Prayogi juga menyarankan agar Kementerian Pertahanan membuka ruang dialog publik tentang peran warga sipil dalam bela negara. Ia menyebut bahwa pelibatan warga seharusnya didasarkan pada kesadaran, bukan kewajiban yang meragukan. Pemerintah harus menjamin bahwa simbol bela negara tidak digunakan untuk menormalisasi pelanggaran hak digital warga.
Seminar dengan tema cyber security justru harus menjadi contoh transparansi dan perlindungan data peserta. Jika penyelenggara kegiatan gagal menunjukkan komitmen terhadap hal itu, maka pesan bela negara menjadi tidak kredibel. Partai X mendorong agar UI dan Kemenhan melakukan audit terbuka atas proses pendataan peserta seminar.
Sebagai langkah awal, penyelenggara perlu menyediakan alternatif pendaftaran tanpa unggahan KTP, sembari menjamin keamanan data yang sudah terkumpul. Negara wajib hadir untuk menjamin bahwa setiap warga merasa aman, bukan diawasi, ketika mengikuti kegiatan pendidikan maupun kebangsaan. Bela negara harus menjadi cermin kedewasaan demokrasi, bukan alat kontrol diam-diam atas rakyatnya.