beritax.id – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menyatakan bahwa pemerintah tengah menyiapkan tunjangan untuk guru non-ASN. Tunjangan tersebut diklaim sebagai bentuk perhatian Presiden Prabowo terhadap sektor pendidikan.
Bantuan yang dijanjikan itu rencananya akan diumumkan bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2025. Namun, besarannya masih dalam tahap penghitungan, dengan estimasi berkisar Rp300 ribu hingga Rp500 ribu per bulan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengklarifikasi bahwa bantuan tersebut bukanlah tunjangan tetap. Ia menyebut program ini merupakan bagian dari empat prioritas nasional untuk memperbaiki kualitas pendidikan dasar dan menengah.
Selain bantuan guru non-ASN, program lainnya adalah rehabilitasi sekolah, digitalisasi pendidikan, serta beasiswa guru non-D4/S1. Mu’ti menegaskan bahwa dana akan ditransfer langsung ke rekening masing-masing guru penerima.
Partai X: Apresiasi Guru Harus Nyata, Bukan Formalitas
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R. Saputra, mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam mengangkat derajat guru non-ASN. Ia mengingatkan, tugas pemerintah itu tiga: melindungi, melayani, dan mengatur rakyat.
“Kalau disebut bentuk apresiasi, apakah Rp300 ribu cukup buat hidup layak?” tanya Prayogi. Ia menilai angka tersebut tidak sebanding dengan beban kerja dan tanggung jawab guru honorer di lapangan.
Partai X berpandangan bahwa pemerintah adalah bagian kecil dari rakyat yang diberi mandat untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Pemberian bantuan yang terlalu kecil hanya menunjukkan minimnya penghormatan terhadap profesi guru.
“Kesejahteraan guru adalah fondasi mutu pendidikan. Tanpa itu, bicara kualitas hanya jadi retorika,” tegas Prayogi.
Solusi Formal Tak Cukup, Harus Ada Reformasi Kesejahteraan Pendidik
Partai X menekankan bahwa reformasi pendidikan tidak bisa dijalankan dengan skema bantuan musiman. Pemerintah harus menata ulang sistem penggajian, status kerja, dan jaminan sosial bagi guru non-ASN secara nasional.
“Apresiasi sejati bukan dari jumlah bantuan, tapi dari jaminan hidup layak,” ujar Prayogi. Ia juga meminta pemerintah membuka data valid mengenai jumlah penerima dan mekanisme distribusi bantuan secara transparan.
Guru non-ASN selama ini menjadi tulang punggung pendidikan di daerah tertinggal dan pelosok. Namun, nasib mereka terus digantung dalam ketidakpastian. “Kalau Rp300 ribu disebut bantuan, itu lebih mirip pengalihan isu daripada solusi,” kritik Prayogi.
Partai X menegaskan bahwa investasi paling penting adalah pada manusia, khususnya pendidik. Tanpa penghormatan kepada guru, pendidikan hanya jadi jargon di podium. Pemerintah harus hadir, bukan sekadar hadirkan janji.