beritax.id – Kekisruhan tata kelola pangan kembali mencuat setelah Komisi IV DPR mengkritik keras Kementerian Pertanian. Para legislator mempersoalkan pengelolaan beras yang dinilai tidak efektif dan cenderung merugikan publik. Mereka juga menyoroti proyek cetak sawah yang dianggap bermasalah dalam perencanaan dan implementasi. Pejabat lintas partai menilai kebijakan pangan terlalu tersentralisasi pada Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Mereka menilai sentralisasi itu berbahaya bagi sistem pengawasan dan akurasi kebijakan produksi pangan.
Ombudsman RI menemukan potensi kerugian negara mencapai Rp7 triliun akibat tata kelola beras yang buruk. Temuan ini memperlihatkan sistem manajemen pangan gagal bekerja secara efektif dan transparan. Publik akhirnya menerima dampak langsung berupa beras buruk dan harga yang tidak stabil. Kebijakan penyerapaan gabah tanpa standar mutu menjadi salah satu pemicu persoalan tersebut. Cadangan beras bertambah, tetapi kualitasnya menurun tajam hingga merugikan negara dan konsumen.
Kebijakan any quality mewajibkan Bulog menyerap beras dari petani tanpa menimbang kualitas. Harga beli ditetapkan Rp6.500 per kilogram tanpa mempertimbangkan mutu produk yang disetor petani. Petani memang merasa diuntungkan karena hasil panen dibeli tanpa syarat kualitas. Namun Bulog harus menanggung risiko besar dari menurunnya mutu beras yang tidak layak konsumsi. Anggota DPR memperkirakan sekitar 300 ribu ton beras mengalami kerusakan akibat kebijakan ini.
Partai X: Negara Wajib Melindungi, Melayani, dan Mengatur
Anggota Majelis Tinggi Partai X Prayogi R Saputra meminta pemerintah memperbaiki tata kelola pangan segera. Ia mengingatkan negara memiliki tiga tugas utama terhadap rakyat dalam sektor pangan. Tugas itu adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil dan berimbang. Ia menegaskan pangan adalah hajat hidup seluruh rakyat dan tidak boleh dipolitisasi. Pengelolaan pangan wajib berdasarkan ilmu, data, dan profesionalisme, bukan ambisi jangka pendek.
Partai X berpegang pada prinsip bahwa kebijakan pangan harus dikelola oleh ahli yang independen. Mereka menolak pola sentralisasi yang menghilangkan fungsi pengawasan kebijakan publik. Transparansi dalam setiap rantai distribusi beras wajib ditegakkan tanpa pengecualian. Keadilan bagi petani dan konsumen harus dijamin melalui sistem yang terukur dan akuntabel. Partai X menilai tujuan swasembada tidak boleh mengorbankan kualitas pangan nasional.
Solusi Partai X untuk Tata Kelola Pangan yang Berpihak pada Rakyat
Partai X mengusulkan standar mutu wajib dalam program penyerapan gabah nasional. Bulog harus menerapkan skema pembelian berjenjang sesuai kualitas hasil panen petani. Pemerintah wajib mengembalikan fungsi checks and balances pada lembaga pangan nasional. Audit independen harus dilakukan pada seluruh proyek cetak sawah dan anggaran terkait. Digitalisasi rantai pasok pangan perlu dipercepat agar publik dapat memantau pergerakan stok.
Partai X menilai pembenahan tata kelola pangan harus dilakukan dari hulu hingga hilir. Perencanaan produksi harus berbasis data, bukan hanya target yang bersifat politis. Distribusi harus berorientasi pada keterjangkauan harga bagi seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan pangan tidak boleh merugikan petani kecil maupun konsumen rumah tangga. Partai X menilai seluruh kebijakan harus memastikan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama.
Penutup: Ketahanan Pangan Butuh Tata Kelola Profesional
Partai X mengingatkan bahwa kemandirian pangan tidak dapat dicapai dengan kebijakan tergesa. Pemerintah harus memperbaiki sistem secara menyeluruh agar tidak menambah kerugian negara. Ketahanan pangan hanya tercapai bila negara bekerja berdasarkan data dan kepakaran. Prayogi menegaskan kesejahteraan rakyat harus menjadi dasar setiap kebijakan pangan nasional. Partai X berkomitmen mengawal agar pangan kembali dikelola secara profesional dan transparan.



