beritax.id — Momen perpisahan Sri Mulyani Indrawati dari Kementerian Keuangan pada Selasa, 9 September 2025 berlangsung penuh haru. Usai serah terima jabatan dengan Menteri Keuangan baru Purbaya Yudhi Sadewa, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu dilepas ratusan pegawai Kemenkeu dengan tangis, pelukan, hingga nyanyian “Bahasa Kalbu” yang membuat suasana kian emosional.
Sri Mulyani, yang telah 13 tahun mengabdi sebagai Bendahara Negara di era tiga presiden berbeda, terlihat beberapa kali menyeka air mata. Ia bahkan bersandar di pelukan sang suami, Tonny Sumartono, sebelum akhirnya meninggalkan gedung Kemenkeu. Ratusan pegawai mengantarnya hingga gerbang, sembari melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan.
Ironi di Balik Tangis
Namun, di balik suasana haru itu, publik menilai ada ironi. Pasalnya, para pegawai Kemenkeu baru saja menikmati kenaikan tunjangan kinerja (tukin) hingga mendekati 300%, keputusan bersejarah yang diteken langsung oleh Sri Mulyani.
Dalam peluncuran buku biografinya tahun lalu, Sri Mulyani No Limits: Reformasi dengan Hati, mengungkapkan alasan memilih opsi paling tinggi dari tiga skenario kenaikan yang diajukan pejabat Kemenkeu. “Kalau segini, saya tidak akan pernah bisa meminta mereka banyak bekerja,” ujarnya ketika menolak opsi kenaikan yang hanya 30–60 persen.
Mantan Dirjen Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono bahkan mengaku terkejut ketika Sri Mulyani justru memilih angka fantastis 300%. Menurutnya, keputusan itu diambil agar pegawai Kemenkeu bekerja dengan perut kenyang dan tidak terdorong melakukan korupsi.
Kritik IWPI
Kebijakan ini menuai sorotan. Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), Rinto Setiyawan, menyebut kenaikan tukin hingga 300% justru tidak masuk akal. “Bagaimana mungkin kenaikan sebesar itu dibenarkan. Sementara masih banyak oknum pegawai pajak yang memeras wajib pajak dan melanggar prosedur pemeriksaan,” katanya.
IWPI menilai reformasi yang dijanjikan Sri Mulyani belum sepenuhnya menyentuh akar persoalan. Bagi mereka, meningkatkan kesejahteraan pegawai tanpa penegakan disiplin yang ketat hanya melahirkan ironi pegawai dengan fasilitas super, tetapi tetap ada praktik penyalahgunaan kewenangan.
Publik Bertanya
Alhasil, isak tangis melepas Sri Mulyani kini dipandang ganda oleh publik. Apakah tangis itu murni karena ikatan emosional, ataukah justru cerminan kenyamanan pegawai yang selama kepemimpinannya memperoleh kenaikan tukin luar biasa?
Pesan terakhir yang disampaikan agar jajaran Kemenkeu menjaga integritas dan profesionalisme pun kini mendapat ujian. Sebab, di tengah air mata yang membasahi perpisahan, pertanyaan soal akuntabilitas dan keadilan kebijakan finansial tetap menggantung di benak masyarakat.