Oleh: Rinto Setiyawan , A.Md., S.H., CTP
Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute
beritax.id — Struktur ketatanegaraan Indonesia pasca Amandemen Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 dinilai mengalami penyimpangan konseptual yang berdampak pada melemahnya posisi rakyat dalam sistem bernegara. Penilaian tersebut disampaikan dalam kajian ketatanegaraan yang menyoroti kaburnya batas antara negara dan pemerintah.
Kajian itu menegaskan bahwa untuk memahami persoalan ketatanegaraan saat ini, pendekatan analogi kehidupan sosial dianggap lebih efektif dibandingkan bahasa hukum yang kaku. Negara dipandang sebagai ruang hidup bersama yang seharusnya memiliki struktur jelas mengenai kepemilikan, kepemimpinan, serta pembagian peran antarunsur di dalamnya.
Negara sebagai Rumah Bersama
Dalam kajian tersebut, negara dianalogikan sebagai sebuah rumah tangga. Rakyat ditempatkan sebagai pemilik rumah dan sumber utama kedaulatan.
Dalam analogi ini:
- Istri adalah Rakyat → pemilik rumah, sumber kehidupan, kepala rumah tangga.
- Suami adalah Kepala Negara → pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), mandataris rakyat.
- Anak adalah Lima Sila Pancasila → nilai-nilai yang harus tumbuh, dijaga, dan diwariskan.
- Asisten Rumah Tangga adalah Presiden → kepala pemerintahan, pelayan yang membantu urusan sehari-hari.
- Aturan hidup keluarga adalah Konstitusi (UUD NRI 1945).
- Rumah adalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
- Penjaga rumah adalah TNI dan Polri → satpam yang menjaga rumah, bukan pemilik rumah.
Struktur ini menekankan bahwa unsur utama negara terdiri atas wilayah, rakyat, dan aturan dasar yang mengikat kehidupan bersama. Pemerintahan dipandang sebagai instrumen yang dapat berubah, tetapi tidak menentukan eksistensi negara itu sendiri.
Pandangan ini diperkuat dengan contoh negara lain yang pernah mengalami kekosongan pemerintahan dalam jangka waktu panjang, namun tetap berdiri secara konstitusional dan administratif.
Perubahan Pasal 1 Ayat (2) dan Dampaknya
Sorotan utama diarahkan pada perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil Amandemen Ketiga tahun 2001. Dalam naskah asli UUD 1945, kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Namun, setelah amandemen, pelaksanaan kedaulatan dinyatakan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar tanpa penegasan lembaga pelaksananya.
Perubahan ini dinilai menghilangkan peran MPR sebagai mandataris rakyat dan kepala negara secara institusional. Akibatnya, mekanisme perlindungan struktural terhadap kedaulatan rakyat dianggap melemah.
Kaburnya Batas Negara dan Pemerintah
Dampak lanjutan dari perubahan tersebut adalah terjadinya penyamaan antara negara dan pemerintah. Presiden kerap dipersepsikan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara, bukan sebagai kepala pemerintahan yang bertugas melayani rakyat.
Kondisi ini dinilai menimbulkan kekacauan dalam tata kelola kekuasaan, termasuk dalam relasi antara pemerintah dengan aparat pertahanan dan keamanan. TNI dan Polri disebut berpotensi salah memahami posisi dan loyalitasnya apabila negara disamakan dengan pemerintah yang sedang berkuasa.
Kajian tersebut juga menilai bahwa kaburnya struktur ketatanegaraan berdampak pada praktik demokrasi yang cenderung prosedural. Rakyat tetap dilibatkan dalam pemilihan umum, tetapi memiliki ruang terbatas dalam pengambilan keputusan strategis negara.
Tanpa kejelasan struktur, demokrasi dinilai kehilangan substansi, sementara rakyat berisiko hanya menjadi objek kebijakan di negaranya sendiri.
Usulan Amandemen Kelima UUD NRI 1945
Sebagai respons atas kondisi tersebut, Sekolah Negarawan menyatakan telah menyusun Rancangan Amandemen Kelima UUD NRI 1945. Rancangan ini bertujuan untuk meluruskan kembali struktur ketatanegaraan sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat.
Beberapa poin utama dalam rancangan tersebut meliputi penegasan negara sebagai pelayan rakyat, penguatan mekanisme pengawasan terhadap pemerintah, distribusi kekuasaan yang lebih seimbang, serta pemulihan kedaulatan rakyat sebagai pengambil keputusan strategis.
Kajian ini menegaskan bahwa pembenahan ketatanegaraan tidak cukup dilakukan melalui pergantian aktor, melainkan harus dimulai dari perbaikan struktur dasar negara. Kejelasan mengenai siapa pemilik negara, siapa pelaksana pemerintahan, dan kepada siapa aparat negara bertanggung jawab dinilai menjadi kunci stabilitas demokrasi.
Selama struktur tersebut masih kabur, konflik pemerintahan dan ketegangan sosial diperkirakan akan terus berulang. Negara dinilai perlu dikembalikan pada fungsi dasarnya sebagai ruang hidup bersama yang menjamin kedaulatan rakyat secara nyata, bukan sekadar formalitas konstitusional.
Untuk membenahi sistem ketatanegaran tersebut Sekolah Negarawan telah selesai menyusun Rancangan Amandemen Kelima UUD NRI 1945.
Isi dari rancangan ini mencakup:
- Negara sebagai pelayan rakyat
- Pemerintah yang diawasi ketat
- Distribusi kekuasaan yang adil
- Rakyat sebagai pengambil keputusan strategis
- Pemulihan kedaulatan mutlak di tangan rakyat
📌 Dokumen dapat diunduh melalui:
https://ebook.sekolahnegarawan.id



