beritax.id – Hasan Nasbi resmi mengundurkan diri dari jabatan Kepala Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO). Dalam unggahan video di Instagram @totalpolitikcom, Hasan mengumumkan keputusannya pada Selasa, sambil menampilkan aktivitas terakhirnya di Kantor Komunikasi Kepresidenan, Senin (21/4).
Hasan menyatakan bahwa pengunduran dirinya bukan keputusan emosional, melainkan hasil pertimbangan matang. Ia mengaku tak ingin memperkeruh suasana, dan memilih menepi jika persoalan sudah tak bisa ia atasi.
Hasan menyampaikan bahwa keputusan untuk mundur diambil agar memberi ruang bagi figur yang lebih layak. Surat pengunduran dirinya telah disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.
“Ini bukan keputusan tiba-tiba,” ujar Hasan. “Saya merasa sudah saatnya duduk di kursi penonton.” Ia menegaskan bahwa langkah ini adalah demi kebaikan komunikasi pemerintah ke depan.
Pemerintah Adalah Sopir, Rakyat Adalah Penumpang
Menanggapi pengunduran diri Hasan Nasbi, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menyampaikan kritik tajam. Menurutnya, mundurnya Hasan menunjukkan lemahnya manajemen komunikasi di lingkungan Istana.
“Pemerintah itu diberi mandat untuk melindungi, melayani, dan mengatur rakyat, bukan kabur dari tanggung jawab,” kata Rinto. Ia menambahkan, komunikasi negara tak boleh dijalankan setengah hati. Jika ‘sopir’ mundur sebelum ‘bus’ nyungsep, maka rakyat akan jadi korban arah kebijakan yang keliru.
Rinto mengutip prinsip Partai X: “Negara adalah bus, rakyat adalah penumpang, dan pemerintah adalah sopir.” Bila sopir tak mampu menjalankan tugas, pemilik bus yakni rakyat berhak mengevaluasi.
Menurut Partai X, pemerintah bukan penguasa, melainkan pelayan rakyat. Maka ketika seorang pejabat tinggi seperti Hasan mundur di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah, patut dipertanyakan motif di baliknya.
“Apakah Hasan tahu diri atau lari dari tanggung jawab?” sindir Rinto.
Prinsip dasar Partai X menekankan bahwa pemerintahan harus dijalankan secara efektif, efisien, dan transparan. Dalam konteks itu, keputusan Hasan menunjukkan kegagalan menjalankan amanat.
“Jika komunikasi pemerintah kacau, maka bukan hanya kredibilitas pemerintah yang turun, tetapi arah kebijakan bisa kehilangan kendali,” jelas Rinto. Ia menilai Hasan telah gagal memenuhi tugas komunikasi strategis yang seharusnya menyatukan narasi antara negara dan rakyat.
Rakyat Adalah Raja, Pemerintah Hanya Sopir Sementara
Rinto mengingatkan bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan. Pemerintah hanyalah TKI pejabat yang bekerja mengabdi pada rakyat, bukan penguasa absolut.
“Kalau seorang pejabat merasa tak sanggup, maka seharusnya dari awal tidak mengambil jabatan,” tegasnya. Partai X melihat pengunduran diri Hasan sebagai indikasi bahwa sistem komunikasi Presiden Prabowo perlu direstrukturisasi secara menyeluruh.
Partai X mendorong reformasi sistem komunikasi strategis nasional agar lebih bersandar pada prinsip keadilan, keterbukaan, dan keberpihakan pada rakyat. Rinto menyebut pentingnya membentuk mekanisme kontrol publik terhadap pejabat komunikasi negara agar tidak hanya jadi ‘juru bicara kekuasaan’.
“Negara ini bukan milik pejabat. Ia milik seluruh rakyat. Maka komunikasi pemerintah harus mencerminkan suara dan kebutuhan rakyat,” pungkasnya.