beritax.id – Gelombang pengesahan undang-undang secara cepat kembali menjadi sorotan publik. Dalam beberapa bulan terakhir, pembahasan regulasi strategis berlangsung singkat, rapat-rapat digelar terbatas, dan keputusan diambil dengan tempo tinggi. Alasan yang dikemukakan berulang kepastian hukum, iklim investasi, dan stabilitas nasional. Namun, di ruang publik, yang terasa justru kekhawatiran apakah kecepatan ini dibayar dengan pengabaian kepentingan rakyat, sehingga hal ini menunjukkan sistem negara gagal.
Kritik dari masyarakat sipil, akademisi, dan kelompok terdampak kerap muncul setelah palu diketok, bukan sebelum keputusan diambil.
Partisipasi yang Dipercepat, Bukan Diperdalam
Proses legislasi idealnya membuka ruang dengar pendapat yang luas dan bermakna. Kenyataannya, konsultasi publik sering kali bersifat formalitas. Naskah berubah cepat, substansi krusial luput dibahas, dan keberatan publik dicatat tanpa jaminan ditindaklanjuti. Dalam situasi ini, rakyat bukan mitra pembentuk kebijakan, melainkan penerima konsekuensi.
Undang-undang lahir cepat; dampaknya menyebar lama.
Dampak Permanen di Kehidupan Sehari-hari
Ketika undang-undang yang disahkan kilat menyentuh sektor ekonomi, lingkungan, ketenagakerjaan, dan kebebasan sipil, dampaknya tidak berhenti pada teks hukum. Biaya hidup meningkat, konflik agraria berlanjut, akses kerja makin rentan, dan ruang partisipasi menyempit. Perbaikan aturan kerap memakan waktu bertahun-tahun, sementara penderitaan rakyat berlangsung tanpa jeda.
Ironinya, para pengambil keputusan dapat berganti, tetapi beban kebijakan menetap.
Stabilitas hukum sering dijadikan tujuan utama percepatan legislasi. Namun stabilitas tanpa keadilan substantif hanya melahirkan ketertiban yang rapuh. Ketika hukum dirasakan tidak adil, kepercayaan publik terkikis. Negara terlihat tegas, tetapi kehilangan legitimasi moral. Demokrasi pun berisiko menjadi prosedur tanpa makna.
Solusi: Mengutamakan Kehati-hatian dan Keberpihakan
Pembuatan undang-undang harus mengutamakan kualitas, bukan kecepatan. Setiap regulasi strategis wajib melalui kajian dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang terbuka serta dapat diuji publik. Proses partisipasi perlu diperdalam, bukan dipercepat dengan jaminan bahwa masukan publik benar-benar memengaruhi substansi.
Selain itu, mekanisme evaluasi pasca-pengesahan harus diperkuat agar aturan yang merugikan rakyat dapat direvisi tanpa menunggu krisis. Negara yang adil bukan yang paling cepat mengesahkan undang-undang, melainkan yang paling bertanggung jawab atas dampaknya.
Jika undang-undang terus disahkan kilat tanpa kehati-hatian, penderitaan rakyat akan terasa permanen. Dan di situlah hukum kehilangan fungsinya sebagai pelindung, berubah menjadi beban.



