beritax.id — Ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) mendadak berubah menjadi ajang karaoke saat uji materi Undang-Undang Hak Cipta berlangsung. Dua penyanyi ternama, Lesti Kejora dan Sammy Simorangkir, diminta menyanyi langsung oleh Ketua MK Suhartoyo dalam proses sidang tersebut.
Keduanya hadir sebagai saksi musisi pemohon uji materi yang menggugat beberapa pasal dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Mereka mengangkat keresahan banyak musisi terkait ketidakpastian hukum atas hak cipta dan pembayaran royalti dalam industri pertunjukan di Indonesia.
Hukum Jadi Pertunjukan
Dalam proses yang seharusnya penuh integritas, suasana sidang berubah menjadi santai dan mengundang tawa. Ketua MK sendiri memancing musisi menyanyi di ruang persidangan, tanpa mempertimbangkan urgensi persoalan yang dibawa ke Mahkamah.
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menilai peristiwa ini sangat memalukan. “Kalau hak cipta dianggap mainan, demokrasi kita dipertaruhkan. Rakyat butuh kepastian hukum, bukan panggung hiburan,” tegasnya.
Partai X menegaskan, negara dibentuk untuk melindungi rakyat, melayani kepentingan umum, dan mengatur kekuasaan dengan adil. Jika pengadilan tertinggi berperilaku sembrono, bagaimana rakyat bisa percaya pada sistem hukum?
Prayogi menambahkan, “Sidang MK bukan tempat bercanda. Hak konstitusional warga, termasuk seniman, harus dihormati. Bukan ditertawakan.”
Menurut Partai X, negara adalah entitas berdaulat yang wajib menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan. Pemerintah dan lembaga yudikatif merupakan representasi rakyat. Maka, mereka wajib menjaga marwah dan integritas setiap ruang sidang, termasuk MK.
Dalam hal ini, hakim konstitusi tidak menunjukkan sikap negarawan. Seharusnya, mereka menjadi teladan dalam menjunjung tinggi konstitusi, bukan justru menciptakan panggung untuk ketidakseriusan dalam proses hukum.
Solusi Partai X: Hukum Berpihak dan Berwibawa
Partai X mendesak MK untuk kembali pada marwah konstitusionalnya. Perkara hak cipta harus ditangani serius, dengan mendengarkan para musisi sebagai pencipta karya.
Partai X mendorong revisi UU Hak Cipta dengan prinsip keberpihakan pada pencipta, perlindungan hukum yang tegas, dan sistem royalti yang adil. Negara wajib hadir bukan hanya mengatur, tetapi melindungi dan melayani para pekerja seni sebagai bagian dari rakyat yang berdaulat.
Demokrasi hanya mungkin tumbuh jika hukum dijalankan dengan wibawa, bukan dengan candaan. Rakyat berhak atas proses hukum yang bermartabat. Bukan tontonan yang mempermalukan negara di mata publik.