beritax.id – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah terkait sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Namun, sejumlah daerah menghadapi kendala anggaran untuk melaksanakan PSU tersebut. Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk mengungkapkan bahwa hanya delapan daerah yang masih memiliki anggaran untuk melaksanakan PSU. Beberapa sementara 16 daerah lainnya tidak memiliki dana yang cukup.
“Sedangkan daerah yang tidak sanggup atau masih membutuhkan bantuan dana, baik dari provinsi maupun APBN, terdapat 16 daerah,” kata Ribka dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, Jakarta, Kamis (27/2/2025).
Daerah yang Siap dan Tidak Siap
Delapan daerah yang siap melaksanakan PSU adalah Kabupaten Bungo, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Magetan, Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Banggai.
Sementara itu, 16 daerah yang kurang dana meliputi Provinsi Papua, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Buru, Kabupaten Pulau Taliabu, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Serang, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Parigi Moutong, Kota Banjarbaru, Kota Palopo, Kota Sabang, Kota Pangkalpinang, dan Kabupaten Bangka.
Evaluasi dan Kritik terhadap Penyelenggara Pemilu
Banyaknya daerah yang perlu PSU dinilai sebagai bentuk kegagalan penyelenggara pemilu dalam menjalankan proses demokrasi secara profesional. Anggota Komisi II DPR RI Wahyudin Noor Aly (Goyud) mengatakan penyelenggara pemilu harus lebih berhati-hati dan transparan dalam menjalankan tugasnya.
“PSU bukan hanya soal pelaksanaan pemilu ulang, tetapi juga soal pertanggungjawaban moral dan profesionalitas penyelenggara,” kata Goyud.
Senada, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda juga menilai KPU di tingkat daerah kurang profesional dalam menjalankan tugasnya pada Pilkada serentak 2024.
Prinsip Partai X: Transparansi dan Akuntabilitas
Menanggapi hal ini, Rinto Setiyawan, anggota Majelis Tinggi Partai X, menyatakan bahwa pemerintah harus memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu.
“Kegagalan dalam penyelenggaraan pemilu ini menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahap proses demokrasi,” ujar Rinto.
Ia menambahkan bahwa Partai X selalu mengedepankan prinsip keadilan sosial dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat. “Kami mendesak pemerintah untuk memastikan bahwa setiap tahap pemilu, termasuk PSU, dilakukan dengan transparan dan akuntabel,” tegasnya.
Dukungan Anggaran PSU dari Pemerintah Pusat
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengaku sudah berkomunikasi dengan pemerintah daerah yang diminta melaksanakan PSU Pilkada serentak. Tito mengatakan, komunikasi ini dilakukan untuk memastikan daerah-daerah tersebut punya anggaran yang cukup untuk melaksanakan PSU.
“Untuk yang pemungutan suara ulang semua, saya sudah komunikasikan dengan teman-teman Gubernur, dan PJ, supaya mereka mempersiapkan anggaran, ngecek anggarannya. Cukup nggak?,” katanya saat ditemui di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, 25 Maret.
Penyelengara Anggaran PSU
Tito mengatakan, sumber anggaran penyelenggaraan pemilu kepala daerah sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Artinya mesti berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Oleh sebab itu, ia harus memastikan apakah daerah yang terdampak pemilihan ulang dari putusan MK memiliki anggaran tersebut. Jika kabupaten yang melakukan pemungutan suara ulang tersebut tak memiliki anggaran, pemerintah provinsi akan memberikan bantuan.
“Dan kalau sana nggak ada uang, seperti Empat Lawang saya dengar kurang (uang) di daerah Sumatera Selatan. Tadi komunikasi dengan Gubernur, Pak Herman Deru, ya akan dibantu, kalau seandainya memang sama sekali tidak mampu,” imbuhnya.
Dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang diusung oleh Partai X, diharapkan pemerintah dapat memastikan bahwa setiap tahap pemilu, termasuk PSU, dilakukan dengan transparan dan akuntabel. “Kami berharap pemerintah tidak lagi mengabaikan prinsip keadilan sosial dalam setiap kebijakan yang diambil. Keadilan adalah kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat,” tutup Rinto Setiyawan.