beritax.id — Direktur Jenderal Bina Administrasi Wilayah Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, menegaskan pihaknya tak bersikeras memihak Sumatera Utara dalam sengketa empat pulau dengan Pemerintah Aceh. Penetapan empat pulau ke Sumut disebut sebagai langkah administratif karena kedua provinsi gagal mencapai kesepakatan. Keputusan sepihak ini tertuang dalam Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Safrizal mengatakan, keputusan muncul karena proses mediasi tak membuahkan hasil. “Kalau ketemu dan sepakat, kami hanya sahkan,” ujarnya dalam pernyataan Kamis, 11 Juni 2025.
Partai X: Keputusan Sepihak Bukan Solusi, Tapi Lahirkan Rasa Luka
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyayangkan pendekatan sepihak yang dilakukan pemerintah pusat. Baginya, menyelesaikan sengketa wilayah bukan hanya soal pemetaan administratif, tapi menyentuh identitas dan harga diri masyarakat lokal.
“Kalau sengketa diputuskan sepihak, warga jadi korban yang tak dilibatkan,” ujar Prayogi. Ia mengingatkan bahwa tugas pemerintah bukan hanya mengatur wilayah, tapi melindungi warga dan menghormati sejarah.
Menurutnya, luka kolektif warga Aceh yang merasa wilayahnya diambil alih tanpa suara harus menjadi perhatian negara. “Kalau luka sosial ini tidak diakui, jangan salahkan jika muncul ketidakpercayaan rakyat,” tegasnya.
Partai X menegaskan bahwa prinsip pengelolaan wilayah seharusnya demokratis dan partisipatif. Pulau, tanah, dan laut adalah bagian dari identitas warga, bukan sekadar objek administrasi.
Putusan Tim Pembakuan Nama Rupabumi memang final secara hukum, tapi belum tentu adil secara sosial. Warga yang tinggal di sekitar pulau, hidup dan tumbuh dari laut di sana, merasa dipisahkan dari akar sejarahnya.
“Tidak ada keadilan bila keputusan dibuat tanpa warga yang terdampak,” kata Prayogi.
Solusi Partai X: Audit Publik, Referendum Lokal, dan Mediasi Sekolah Negarawan
Partai X menawarkan tiga langkah konkret. Pertama, pemerintah harus membuka audit publik terhadap dokumen penetapan batas wilayah. Rakyat berhak tahu dasar apa yang digunakan untuk memutuskan.
Kedua, jika kesepakatan gagal, perlu digelar referendum lokal di kawasan pulau sengketa untuk mendengar langsung suara masyarakat.
Ketiga, Partai X mendorong mediasi ulang melalui Sekolah Negarawan agar semua pihak berbicara dengan semangat kebangsaan, bukan kuasa administratif.
Partai X menekankan bahwa bangsa Indonesia bukan hanya berdiri di atas garis batas, tetapi di atas kesepakatan dan kepercayaan warga. “Kalau rakyat terus ditinggal dalam keputusan penting, maka negara perlahan kehilangan maknanya,” tutup Prayogi.