beritax.id – Setiap tahun pemerintah mengumumkan berbagai program sosial bantuan tunai, bantuan pangan, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan, dan sederet skema perlindungan sosial lainnya. Di atas kertas, daftar program ini panjang dan terdengar menjanjikan. Namun ketika melihat kondisi di lapangan, pertanyaan besar muncul: mengapa rakyat tetap hidup dalam kesusahan?
Jawabannya sederhana tetapi menyakitkan banyak program sosial hanya menambal luka, bukan menyembuhkannya.
Bantuan Tidak Mengatasi Akar Masalah Kemiskinan
Bantuan sosial memang membantu rakyat bertahan hidup. Namun bertahan hidup tidak sama dengan keluar dari kemiskinan.
Kemiskinan di Indonesia bersifat struktural. Artinya, penyebabnya bukan sekadar kurangnya uang, tetapi:
- minimnya kesempatan kerja layak,
- pendidikan yang tidak merata,
- biaya hidup yang terus naik,
- harga pangan yang tidak stabil,
- penguasaan sumber daya oleh segelintir pihak,
- birokrasi yang sulit diakses rakyat kecil.
Selama akar ini tidak dicabut, bantuan apa pun hanya menjadi penyangga sementara. Seperti memberi obat pereda nyeri pada penyakit kronis.
Program Sosial Sering Tidak Tepat Sasaran
Banyak program sosial sebenarnya dirancang dengan niat baik, tetapi implementasi di lapangan bermasalah:
- data kemiskinan tidak akurat,
- penerima bantuan sering tidak sesuai kondisi nyata,
- birokrasi berbelit,
- koordinasi pusat dan daerah tidak sinkron,
- akses terhadap program masih menyulitkan kelompok rentan.
Akibatnya, mereka yang benar-benar membutuhkan justru tersingkir, sementara sebagian yang tidak memenuhi syarat tetap mendapat bantuan. Ketidakakuratan data berarti ketidakadilan yang dilembagakan.
Subsidi Hilang di Tengah Jalan, Rakyat Tidak Pernah Merasakan Manfaat Penuh
Bukan rahasia bahwa banyak subsidi tidak sampai ke tangan rakyat dalam bentuk yang utuh. Pada berbagai sektor pangan, energi, perumahan, kesehatan sebagian nilai subsidi hilang di tengah proses distribusi atau tergerus oleh sistem yang tidak transparan.
Rakyat menerima bantuan, tetapi tidak pernah menerima manfaat penuh dari anggaran yang dibelanjakan atas nama mereka.
Ketika sistem bocor, rakyatlah yang menanggung akibatnya.
Kebijakan Ekonomi Tidak Berjalan Selaras dengan Program Sosial
Salah satu ironi terbesar adalah program sosial berjalan, tetapi kebijakan ekonomi justru memperberat beban rakyat:
- harga bahan pokok naik,
- lapangan kerja formal stagnan,
- UMKM kesulitan akses modal,
- biaya pendidikan dan kesehatan terus melonjak,
- nilai upah tidak sebanding dengan kenaikan biaya hidup.
Program sosial menjadi sia-sia ketika tekanan ekonomi membuat rakyat kembali jatuh miskin.
Bantuan semestinya mendorong rakyat naik kelas bukan membuat mereka sekadar bertahan.
Fakta penting yang sering dilupakan adalah: rakyat tidak menolak program sosial. Tetapi rakyat ingin lebih dari itu.
Mereka ingin sistem yang membuat mereka mampu mandiri. Mereka ingin kesempatan, bukan hanya bantuan.
Dan mereka ingin naik kelas, bukan sekadar hidup seadanya. Kemiskinan tidak pernah hilang jika rakyat tidak diberi alat untuk keluar darinya.
Absennya Peran Negara dalam Tiga Fungsi Utama
Kemiskinan dan kesusahan yang terus berulang menunjukkan bahwa negara belum menjalankan tiga tugas utamanya secara penuh:
- melindungi rakyat dari risiko sosial,
- melayani dengan sistem yang mudah diakses,
- mengatur agar distribusi kesejahteraan berjalan adil.
Ketika salah satu fungsi ini melemah, rakyat membayar harganya dengan kesusahan.
Solusi: Mengubah Lanskap Sosial, Bukan Menambah Banyaknya Program
Agar program sosial benar-benar menjadi jalan keluar, bukan sekadar plester, beberapa langkah strategis yang sejalan dengan prinsip penyembuhan bangsa perlu dilakukan:
- Memperbaiki akurasi data kemiskinan melalui integrasi digital nasional. Sehingga bantuan tepat sasaran dan tidak diselewengkan.
- Reformasi hukum berbasis kepakaran ekonomi dan sosial. Agar regulasi keberpihakan pada rakyat menjadi keharusan, bukan pilihan.
- Musyawarah Kenegarawanan Nasional. Untuk menyusun ulang struktur kebijakan yang belum berpihak pada rakyat.
- Amandemen konstitusi yang memperkuat posisi rakyat sebagai pusat kebijakan sosial. Agar negara tidak bisa mengabaikan tanggung jawabnya.
- Digitalisasi penuh proses bantuan sosial. Sehingga distribusi lebih cepat, transparan, dan anti-manipulasi.
- Penguatan akses ekonomi rakyat. Melalui penyederhanaan izin usaha, akses modal murah, dan pasar yang adil.
Selama sistem tidak berubah, program sosial akan terus menjadi obat sementara. Rakyat tidak akan benar-benar bebas dari kesusahan. Kemiskinan tidak akan tuntas. Dan ketimpangan akan terus melebar.
Program sosial baru akan efektif ketika berdiri di atas sistem ekonomi dan pemerintahan yang adil. Rakyat tidak butuh belas kasihan. Rakyat butuh keadilan.



