beritax.id – Presiden Prabowo Subianto mengkritik besarnya nilai impor BBM dan LPG yang dilakukan Indonesia sepanjang 2024. Dalam pidatonya di IPA Convex 2025, Presiden menyebut nilai impor BBM tembus Rp662 triliun dan LPG Rp58 triliun.
Angka tersebut dinilainya menggerus ruang fiskal untuk pendidikan, kesehatan, dan program pengentasan kemiskinan secara langsung dan strategis. Ia menyayangkan anggaran besar itu tak dipakai memperkuat program rakyat yang bersifat jangka panjang dan berkelanjutan.
Presiden bertekad mengurangi ketergantungan terhadap impor dan mempercepat kemandirian energi dalam negeri secara bertahap.
Partai X: Rakyat Sudah Lama Tahu, Kenapa Pemerintah Baru Tersadar?
Menanggapi pernyataan tersebut, Partai X menyatakan keprihatinan terhadap sikap negara yang baru sadar setelah puluhan tahun. Menurut Prayogi R Saputra, Anggota Majelis Tinggi Partai X, impor BBM bukan isu baru, tapi pembiaran struktural selama dekade.
Ia menilai narasi Presiden bukan terobosan, tetapi justru refleksi atas kegagalan perencanaan energi sejak Orde Baru.
“Kenapa baru sekarang tersadar, padahal data energi ini sudah jadi masalah sejak awal reformasi?” tanya Prayogi retoris.
Partai X menegaskan kembali, tugas pemerintah bukan hanya mengucap kekhawatiran, tapi bertindak nyata melindungi kedaulatan energi rakyat. Ketergantungan pada asing harus dihentikan melalui keberpihakan pada teknologi nasional dan kontrol negara atas sumber daya.
Solusi Energi Versi Partai X: Energi untuk Rakyat, Bukan Pasar
Untuk mengakhiri ketergantungan energi dan memastikan anggaran tersalur ke rakyat, Partai X tawarkan lima langkah konkret:
- Bangun kilang nasional baru, bukan hanya joint venture asing.
- Alihkan subsidi LPG ke riset energi lokal dan biogas desa.
- Nasionalisasi konsesi migas yang tidak transparan dan merugikan negara.
- Prioritaskan BUMDes dan koperasi energi dalam pengembangan EBT.
- Libatkan Sekolah Negarawan sebagai pusat pelatihan teknokrat energi rakyat.
Partai X mendesak pemerintah berhenti bersandiwara naratif tentang kemandirian energi tanpa reformasi struktural nyata di sektor hulu.
“Jangan hanya bicara swasembada energi, tapi tetap impor dan undang investor rakus menguasai sumber daya,” tegas Prayogi.
Sudah waktunya energi dikembalikan ke tangan rakyat, bukan dikelola oleh segelintir kelompok demi akumulasi kekayaan dan rente kuasa.