beritax.id – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah membuka blokir terhadap 122 juta rekening dormant dari 105 bank. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyatakan dana nasabah tetap utuh dan aman setelah pemulihan dilakukan. Masyarakat diminta segera melakukan reaktivasi dengan mendatangi bank masing-masing. Proses reaktivasi akan dilakukan cepat dengan prinsip kenali nasabah dan verifikasi menyeluruh.
PPATK menyebut langkah pemblokiran sebelumnya bertujuan melindungi kepentingan nasabah dari potensi penyalahgunaan. Proses pemblokiran dilakukan karena temuan banyak rekening digunakan untuk tindak pidana. Di antaranya terkait penipuan, korupsi, judi online, dan narkotika.
Partai X: Pemerintah Jangan Baru Bicara Setelah Rakyat Bingung
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menyatakan keprihatinan mendalam. Ia menegaskan bahwa tugas negara bukan hanya menindak setelah kejadian. Negara harus melindungi, melayani, dan mengatur rakyat sejak awal, bukan saat krisis meledak. Menurutnya, keterlambatan menjelaskan kepada publik justru menciptakan kecemasan, disinformasi, dan ketidakpercayaan pada institusi keuangan.
“Kenapa rakyat selalu jadi pihak terakhir yang diberi tahu? Ini bukan urusan teknis, tapi keadilan informasi!” tegasnya. Ia menyebut reaktivasi bukan hanya urusan bank, tapi bentuk pengakuan bahwa hak nasabah harus dijaga penuh sejak awal.
Partai X menegaskan bahwa negara bukan sekadar aparat hukum atau alat pemburu pelanggaran. Negara adalah kesatuan antara wilayah, rakyat, dan pemerintahan.
Rakyat bukan hanya objek dari kebijakan, tapi subjek utama dalam semua tindakan negara. Prinsip dasar dari Partai X menyatakan bahwa pelayanan, perlindungan, dan pengaturan harus dilakukan dengan prinsip keadilan sosial dan keterbukaan. Tidak boleh ada kebijakan yang hanya disusun di ruang pejabat tanpa pelibatan rakyat.
Solusi Partai X: Mekanisme Pencegahan, Bukan Pemblokiran Massal
Partai X mendorong solusi struktural atas persoalan rekening dormant. Pertama, negara perlu membentuk mekanisme peringatan dini bagi rekening tidak aktif yang terindikasi disalahgunakan. Kedua, lembaga keuangan wajib melakukan komunikasi dua arah secara berkala kepada seluruh nasabah tanpa diskriminasi. Ketiga, pembentukan Ombudsman Khusus Keuangan Publik yang bisa menjembatani sengketa antara rakyat dan otoritas keuangan. Keempat, audit keterbukaan proses pemblokiran rekening yang melibatkan masyarakat sipil.
Solusi ini hadir agar negara tidak hanya reaktif saat krisis, tapi proaktif menjaga kepercayaan publik.
Menurut data PPATK, lebih dari 1,5 juta rekening digunakan untuk tindak pidana selama 2020–2024. Dari jumlah itu, 150 ribu merupakan rekening nominee yang rentan disalahgunakan. Namun, Partai X mengingatkan bahwa data tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk mencurigai semua rekening tak aktif. Rakyat berhak mendapatkan informasi, hak untuk klarifikasi, dan kejelasan prosedur sebelum negara mengambil tindakan.
“Jangan biarkan ketakutan dipakai sebagai alat stabilitas. Negara kuat karena rakyat percaya, bukan karena rakyat takut,” pungkas Prayogi.