beritax.id – Penyanderaan atau dalam Bahasa Belanda disebut sebagai gijzeling, merupakan salah satu sanksi administratif yang diterapkan kepada wajib pajak yang terbukti melakukan wanprestasi dalam kewajiban perpajakannya. Penyanderaan juga merupakan upaya penagihan terakhir yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan tujuan meningkatkan kepatuhan dan penerimaan negara. Meskipun begitu, proses penyanderaan ini rentan menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia. Serta ketidakadilan jika tidak dijalankan sesuai koridor hukum atau standar operasional prosedur. Oleh karena itu, diperlukan adanya perlindungan hukum bagi wajib pajak dalam proses penyanderaan. Hal ini demi menghindari penyanderaan yang dilakukan dengan cara sewenang-wenang.
Secara normatif, proses penyanderaan sudah diatur di dalam perundang-undangan diantaranya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sebagaimana Telah beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP), Undang-Undang Nomor Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (UU PPSP).
Secara prosedur sebelum dilakukannya penyanderaan, terdapat beberapa surat hukum yang terlebih dahulu wajib disampaikan kepada wajib pajak. Sesuai mekanisme penanggung pajak. Seperti diawali dengan disampaikannya Surat Teguran (Pasal 8 ayat 1 huruf a), Surat Paksa (Pasal 10 ayat 1), dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (Pasal 12 ayat 1). Sering kali dijumpai kasus dimana Surat Perintah Penyanderaan diterbitkan. Tanpa didahului dengan disampaikannya Surat Teguran, Surat Paksa, dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan UU PPSP.
Penerbitan Surat Teguran
Namun penyanderaan terkadang diterapkan tanpa menunggu tahapan tindak lanjut seperti penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, Penyitaan atau lelang. Padahal dalam UU PPSP dan PMK mengatur hukum acara yang mengharuskan seluruh proses penagihan. Hal tersebut dilakukan secara berurutan dan optimal sebelum penyanderaan dijalankan. Terlihat jelas bahwa banyak pelanggaran sering terjadi karena kelemahan administratif dan tekanan tujuan penagihan, bukan karena celah hukum. Namun realitas ini membuka peluang bagi wajib pajak untuk memeriksa kembali legalitas penyanderaan dari mengambil tindakan hukum.
Dengan demikian, perlindungan hukum wajib pajak dalam proses penyanderaan pajak berakar pada prinsip-prinsip hukum dasar, seperti prinsip due process of law, prinsip kesetaraan dihadapan hukum, dan prinsip proporsionalitas. Landasan hukum nya dapat ditemukan dalam UU PPSP dan UU KUP. UU PPSP secara eksplisit mengatur prosedur penyanderaan termasuk persyaratan, tahapan, dan hak-hak wajib pajak. Untuk memastikan bahwa penyanderaan bersifat selektif dan bukan tindakan represif tanpa alasan. Hal tersebut demi menjaga prinsip proporsionalitas dalam hukum. Agar implementasi tetap berkeadilan, maka perlu ditingkatkan edukasi masyarakat soal prosedur, akses terhadap hak hukum, dan juga jaminan non-stigmatisasi.