beritax.id – Kementerian Keuangan mengungkapkan negara merelakan potensi penerimaan pajak sebesar Rp362,5 triliun pada 2023. Dana itu disebut sebagai belanja perpajakan atau tax expenditure, berbentuk pembebasan, pengecualian, maupun insentif pajak.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyatakan masyarakat menjadi penerima manfaat terbesar dari fasilitas tersebut. Menurutnya, Rp169 triliun diarahkan untuk kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan barang pokok. Selain itu, Rp85,4 triliun dialokasikan bagi UMKM, sementara Rp61,2 triliun ditujukan untuk investasi.
Namun, klaim manfaat ini menimbulkan pertanyaan mendasar di tengah publik. Jika benar Rp362 triliun dihapus, sejauh mana rakyat merasakan langsung manfaatnya?
Kritik Partai X: Rakyat Hanya Jadi Penonton
Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menegaskan kembali tugas negara yang sejati. Menurutnya, negara wajib melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika insentif pajak hanya menguntungkan segelintir pengusaha, maka fungsi negara dipertanyakan.
Partai X menilai, klaim belanja perpajakan seringkali tidak diikuti pengawasan yang ketat. Akibatnya, rakyat tetap membayar mahal kebutuhan pokok meski anggaran besar telah dilepaskan. Rakyat menjadi penonton dalam drama kebijakan fiskal yang hanya menguntungkan pejabat.
Dalam prinsip Partai X, negara ada untuk rakyat, bukan sebaliknya . Pemerintah tidak boleh sekadar membanggakan angka triliunan rupiah tanpa transparansi manfaat. Pajak adalah hak rakyat yang dikelola negara, bukan hadiah yang bisa dihapus sesuka hati.
Partai X menegaskan, kedaulatan ekonomi harus berbasis kepentingan rakyat. Setiap rupiah insentif harus ditelusuri, apakah benar memberi keringanan atau hanya memperkaya kelompok tertentu.
Solusi Partai X: Transparansi dan Musyawarah
Partai X menawarkan solusi sistemik agar kebijakan fiskal tidak merugikan rakyat . Pertama, pemerintah wajib membuka data detail penerima manfaat tax expenditure, termasuk perusahaan besar yang menikmati insentif.
Kedua, harus ada mekanisme musyawarah kenegarawanan bersama empat pilar bangsa. Musyawarah ini diperlukan agar kebijakan fiskal tidak hanya dikendalikan oleh pejabat dan birokrasi.
Ketiga, penguatan pengawasan publik melalui digitalisasi laporan belanja perpajakan, sehingga rakyat bisa mengakses informasi secara transparan. Keempat, insentif pajak harus lebih diarahkan untuk memperkuat sektor pangan, pendidikan, dan kesehatan, bukan sekadar investasi korporasi.
Partai X mengingatkan, angka Rp362 triliun hanyalah statistik jika rakyat tidak merasakan manfaat nyata. Pemerintah tidak boleh menjadikan kebijakan pajak sebagai sekadar pencitraan fiskal.
Sejahtera berarti rakyat benar-benar merasakan keadilan. Jika pajak dihapus, maka manfaatnya harus jelas, adil, dan langsung kembali ke rakyat.